Kamis, 31 Desember 2009

Makna Muhasabah

Oleh: Mochamad Bugi

Dari Syadad bin Aus r.a., dari Rasulullah saw., bahwa beliau berkata, ‘Orang yang pandai adalah yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah swt. (HR. Imam Turmudzi, ia berkata, ‘Hadits ini adalah hadits hasan’)

Gambaran Umum Hadits

Hadits di atas menggambarkan urgensi muhasabah (evaluasi diri) dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Karena hidup di dunia merupakan rangkaian dari sebuah planing dan misi besar seorang hamba, yaitu menggapai keridhaan Rab-nya. Dan dalam menjalankan misi tersebut, seseorang tentunya harus memiliki visi (ghayah), perencanaan (ahdaf), strategi (takhtith), pelaksanaan (tatbiq) dan evaluasi (muhasabah). Hal terakhir merupakan pembahasan utama yang dijelaskan oleh Rasulullah saw. dalam hadits ini. Bahkan dengan jelas, Rasulullah mengaitkan evaluasi dengan kesuksesan, sedangkan kegagalan dengan mengikuti hawa nafsu dan banyak angan.

Indikasi Kesuksesan dan Kegagalan

Hadits di atas dibuka Rasulullah dengan sabdanya, ‘Orang yang pandai (sukses) adalah yang mengevaluasi dirinya serta beramal untuk kehidupan setelah kematiannya.’ Ungkapan sederhana ini sungguh menggambarkan sebuah visi yang harus dimiliki seorang muslim. Sebuah visi yang membentang bahkan menembus dimensi kehidupan dunia, yaitu visi hingga kehidupan setelah kematian.

Seorang muslim tidak seharusnya hanya berwawasan sempit dan terbatas, sekedar pemenuhan keinginan untuk jangka waktu sesaat. Namun lebih dari itu, seorang muslim harus memiliki visi dan planing untuk kehidupannya yang lebih kekal abadi. Karena orang sukses adalah yang mampu mengatur keinginan singkatnya demi keinginan jangka panjangnya. Orang bertakwa adalah yang ‘rela’ mengorbankan keinginan duniawinya, demi tujuan yang lebih mulia, ‘kebahagian kehidupan ukhrawi.’

Dalam Al-Qur’an, Allah swt. seringkali mengingatkan hamba-hamba-Nya mengenai visi besar ini, di antaranya adalah dalam QS. Al-Hasyr (59): 18–19.

Muhasabah atau evaluasi atas visi inilah yang digambarkan oleh Rasulullah saw. sebagai kunci pertama dari kesuksesan. Selain itu, Rasulullah saw. juga menjelaskan kunci kesuksesan yang kedua, yaitu action after evaluation. Artinya setelah evaluasi harus ada aksi perbaikan. Dan hal ini diisyaratkan oleh Rasulullah saw. dengan sabdanya dalam hadits di atas dengan ’dan beramal untuk kehidupan sesudah kematian.’ Potongan hadits yang terakhir ini diungkapkan Rasulullah saw. langsung setelah penjelasan tentang muhasabah. Karena muhasabah juga tidak akan berarti apa-apa tanpa adanya tindak lanjut atau perbaikan.

Terdapat hal menarik yang tersirat dari hadits di atas, khususnya dalam penjelasan Rasulullah saw. mengenai kesuksesan. Orang yang pandai senantiasa evaluasi terhadap amalnya, serta beramal untuk kehidupan jangka panjangnya yaitu kehidupan akhirat. Dan evaluasi tersebut dilakukan untuk kepentingan dirinya, dalam rangka peningkatan kepribadiannya sendiri.

Sementara kebalikannya, yaitu kegagalan. Disebut oleh Rasulullah saw, dengan ‘orang yang lemah’, memiliki dua ciri mendasar yaitu orang yang mengikuti hawa nafsunya, membiarkan hidupnya tidak memiliki visi, tidak memiliki planing, tidak ada action dari planingnya, terlebih-lebih memuhasabahi perjalanan hidupnya. Sedangkan yang kedua adalah memiliki banyak angan-angan dan khayalan, ’berangan-angan terhadap Allah.’ Maksudnya, adalah sebagaimana dikemukakan oleh Imam Al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi, sebagai berikut: Dia (orang yang lemah), bersamaan dengan lemahnya ketaatannya kepada Allah dan selalu mengikuti hawa nafsunya, tidak pernah meminta ampunan kepada Allah, bahkan selalu berangan-angan bahwa Allah akan mengampuni dosa-dosanya.

Urgensi Muhasabah

Imam Turmudzi setelah meriwayatkan hadits di atas, juga meriwayatkan ungkapan Umar bin Khattab dan juga ungkapan Maimun bin Mihran mengenai urgensi dari muhasabah.

1. Mengenai muhasabah, Umar r.a. mengemukakan:

‘Hisablah (evaluasilah) diri kalian sebelum kalian dihisab, dan berhiaslah (bersiaplah) kalian untuk hari aradh akbar (yaumul hisab). Dan bahwasanya hisab itu akan menjadi ringan pada hari kiamat bagi orang yang menghisab (evaluasi) dirinya di dunia.

Sebagai sahabat yang dikenal ‘kritis’ dan visioner, Umar memahami benar urgensi dari evaluasi ini. Pada kalimat terakhir pada ungkapan di atas, Umar mengatakan bahwa orang yang biasa mengevaluasi dirinya akan meringankan hisabnya di yaumul akhir kelak. Umar paham bahwa setiap insan akan dihisab, maka iapun memerintahkan agar kita menghisab diri kita sebelum mendapatkan hisab dari Allah swt.

2. Sementara Maimun bin Mihran r.a. mengatakan:

‘Seorang hamba tidak dikatakan bertakwa hingga ia menghisab dirinya sebagaimana dihisab pengikutnya dari mana makanan dan pakaiannya’.

Maimun bin Mihran merupakan seorang tabiin yang cukup masyhur. Beliau wafat pada tahun 117 H. Beliaupun sangat memahami urgensi muhasabah, sehingga beliau mengaitkan muhasabah dengan ketakwaan. Seseorang tidak dikatakan bertakwa, hingga menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri. Karena beliau melihat salah satu ciri orang yang bertakwa adalah orang yang senantiasa mengevaluasi amal-amalnya. Dan orang yang bertakwa, pastilah memiliki visi, yaitu untuk mendapatkan ridha Ilahi.

3. Urgensi lain dari muhasabah adalah karena setiap orang kelak pada hari akhir akan datang menghadap Allah swt. dengan kondisi sendiri-sendiri untuk mempertanggung jawabkan segala amal perbuatannya. Allah swt. menjelaskan dalam Al-Qur’an: “Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri.” [QS. Maryam (19): 95, Al-Anbiya’ (21): 1].

Aspek-Aspek Yang Perlu Dimuhasabahi

Terdapat beberapa aspek yang perlu dimuhasabahi oleh setiap muslim, agar ia menjadi orang yang pandai dan sukses.

1.Aspek Ibadah

Pertama kali yang harus dievaluasi setiap muslim adalah aspek ibadah. Karena ibadah merupakan tujuan utama diciptakannya manusia di muka bumi ini. [QS. Adz-Dzaariyaat (51): 56]

2. Aspek Pekerjaan & Perolehan Rizki

Aspek kedua ini sering kali dianggap remeh, atau bahkan ditinggalkan dan ditakpedulikan oleh kebanyakan kaum muslimin. Karena sebagian menganggap bahwa aspek ini adalah urusan duniawi yang tidak memberikan pengaruh pada aspek ukhrawinya. Sementara dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. bersabda:

Dari Ibnu Mas’ud ra dari Nabi Muhammad saw. bahwa beliau bersabda, ‘Tidak akan bergerak tapak kaki ibnu Adam pada hari kiamat, hingga ia ditanya tentang 5 perkara; umurnya untuk apa dihabiskannya, masa mudanya, kemana dipergunakannya, hartanya darimana ia memperolehnya dan ke mana dibelanjakannya, dan ilmunya sejauh mana pengamalannya.’ (HR. Turmudzi)

3.Aspek Kehidupan Sosial Keislaman

Aspek yang tidak kalah penting untuk dievaluasi adalah aspek kehidupan sosial, dalam artian hubungan muamalah, akhlak dan adab dengan sesama manusia. Karena kenyataannya aspek ini juga sangat penting, sebagaimana yang digambarkan Rasulullah saw. dalam sebuah hadits:

Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw. bersabda, ‘Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut itu?’ Sahabat menjawab, ‘Orang yang bangkrut diantara kami adalah orang yang tidak memiliki dirham dan tidak memiliki perhiasan.’ Rasulullah saw. bersabda, ‘Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) shalat, puasa dan zakat, namun ia juga datang dengan membawa (dosa) menuduh, mencela, memakan harta orang lain, memukul (mengintimidasi) orang lain. Maka orang-orang tersebut diberikan pahala kebaikan-kebaikan dirinya. Hingga manakala pahala kebaikannya telah habis, sebelum tertunaikan kewajibannya, diambillah dosa-dosa mereka dan dicampakkan pada dirinya, lalu dia pun dicampakkan ke dalam api neraka. (HR. Muslim)

Melalaikan aspek ini, dapat menjadi orang yang muflis sebagaimana digambarkan Rasulullah saw. dalam hadits di atas. Datang ke akhirat dengan membawa pahala amal ibadah yang begitu banyak, namun bersamaan dengan itu, ia juga datang ke akhirat dengan membawa dosa yang terkait dengan interaksinya yang negatif terhadap orang lain; mencaci, mencela, menuduh, memfitnah, memakan harta tetangganya, mengintimidasi dsb. Sehingga pahala kebaikannya habis untuk menutupi keburukannya. Bahkan karena kebaikannya tidak cukup untuk menutupi keburukannya tersebut, maka dosa-dosa orang-orang yang dizaliminya tersebut dicampakkan pada dirinya. Hingga jadilah ia tidak memiliki apa-apa, selain hanya dosa dan dosa, akibat tidak memperhatikan aspek ini. Na’udzubillah min dzalik.

4. Aspek Dakwah

Aspek ini sesungguhnya sangat luas untuk dibicarakan. Karena menyangkut dakwah dalam segala aspek; sosial, politik, ekonomi, dan juga substansi dari da’wah itu sendiri mengajak orang pada kebersihan jiwa, akhlaqul karimah, memakmurkan masjid, menyempurnakan ibadah, mengklimakskan kepasrahan abadi pada ilahi, banyak istighfar dan taubat dsb.

Tetapi yang cukup urgens dan sangat substansial pada evaluasi aspek dakwah ini yang perlu dievaluasi adalah, sudah sejauh mana pihak lain baik dalam skala fardi maupun jama’i, merasakan manisnya dan manfaat dari dakwah yang telah sekian lama dilakukan? Jangan sampai sebuah ‘jamaah’ dakwah kehilangan pekerjaannya yang sangat substansial, yaitu dakwah itu sendiri.

Evaluasi pada bidang dakwah ini jika dijabarkan, juga akan menjadi lebih luas. Seperti evaluasi dakwah dalam bidang tarbiyah dan kaderisasi, evaluasi dakwah dalam bidang dakwah ‘ammah, evaluasi dakwah dalam bidang siyasi, evaluasi dakwah dalam bidang iqtishadi, dsb?
Pada intinya, dakwah harus dievaluasi, agar harakah dakwah tidak hanya menjadi simbol yang substansinya telah beralih pada sektor lain yang jauh dari nilai-nilai dakwah itu sendiri. Mudah – mudahan ayat ini menjadi bahan evaluasi bagi dakwah yang sama-sama kita lakukan: Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. [QS. Yusuf (12): 108]

Selasa, 01 Desember 2009

DISIPLIN : BENTUK KETAATAN

Oleh : Yayat Duryatna
Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap nilai-nilai yang dipercaya termasuk melakukan pekerjaan tertentu yang dirasakan menjadi tanggung jawab. Disiplin adalah sebuah perilaku ketaatan terhadap nilai yang diyakini dan aturan-aturan yang disepakati bersama. Dalam konteks ajaran Islam setiap muslim wajib mentaati setiap nilai yang terkandung di dalam ajaran Islam karena nilai-nilai itu telah diyakini olehnya sebagai bentuk pembenaran. Mentaati setiap aturan atau nilai-nilai adalah salah satu bentuk pemhambaan setiap muslim terhadap sang khaliq, bentuk penghambaan inilah melahirkan konsistensi diri dari setiap aturan atau nilai-nilai tersebut. Disetiap ibadah yang telah digariskan dalam ajaran Islam mengandung makna keteraturan, ibadah shalat misalnya adalah hukum-hukum yang mewajibkan setiap muslim mengikuti aturan-aturan yang berlaku dalam shalat atau lebih dikenal sebagai rukun shalat; mulai dari niat, berdiri thumaninah, takbiratul ikhram, membaca al fatihah, ruku thumaninah, I’tidal thumaninah, sujud thumaninah, duduk diantara dua sujud, duduk tahiyatul awal, dan salam. Setiap muslim harus taat terhadap rukun-rukun salat tersebut, itulah bentuk kedisiplinan seorang hamba terhadap pelaksanaan ibadah salat. Konteks ketaatan dalam salat inilah salah satu bentuk disiplin diri terhadap ibadah salat atau bahkan bentuk ketaatan diri kepada sang khalik. Dalam ajaran, Islam banyak ayat Al Qur’an dan Hadist, yang memerintahkan disiplin dalam arti ketaatan pada peraturan yang telah ditetapkan, antara lain surat An Nisa ayat 59 :
                              
" Hai orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kepada rasul-Nya dan kepada Ulil Amri dari (kalangan) kamu…………..(QS:An Nisa 59)
Bahkan bentuk ketaatan kita tidak hanya terbatas pada Allah Swt saja, Allah Swt menganjurkan kita taat pada Rasul Saw, dan kepada Ulil Amri (pemimpin). Kepada Allah Swt kita meyakini bahwa Dialah sang pencipta kita, Dialah yang mengetahui segala rupa dan bentuk setiap hambanya, Dialah yang mengetahui kelebihan dan kekurangan kita, Dialah yang Maha dari segala kemahaan yang ada di alam jagad ini. Ketaatan kita kepada Allah Swt citra penghambaan setiap ciptaannya. Kepada Rasul saw kita meyakini bahwa Dialah yang paling memahami keinginan Allah kepada hambanya, Dialah yang memperagakan nilai-nilai ajaran Allah dalam bentuk ibadah, Dialah yang mengejewantahkan ajaran-ajaran ilahiyah serta membumikannya ke dalam kultur dan dimensi manusia. Ketaatan kita kepada Rasul saw adalah bentuk ketaatan kita kepada kekasih yang maha dikasihi oleh Allah Swt. Kepada Ulil amri (pemimpin) dialah yang kita yakini dan kita sepaki memiliki jiwa kepemimpnan dan yang mampu membawa kita menuju kehidupan yang lebih bahagia dan sejahtera. Seorang pemimpin yang kita pilih dan sepakati bersama, ketaatan kita adalah bentuk ketaatan terhadap apa-apa yang kita pilih dan kita sepakati bersama ketaatan kepada pemimpin adalah bentuk kecintaan kita kepada Rasul saw yang telah memberikan contoh dalam hal memilih pemimpin yang amanah. Ketaatan adalah bentuk kedisplinan, disiplin dalam menjalankan ibadah merupakan ketaatan kita pada yang menganjurkan ibadah tersebut. Sama halnya dengan disiplin dalam melaksanakan setiap aturan-aturan yang berlaku adalah bentuk ketaatan terhadap aturan-aturan tersebut.
Mendisiplinkan diri kita agar tetap konsisten menjalankan nilai- nilai dan aturan-aturan yang mengikat, maka setidaknya perlu melakukan pembiasaan dan latihan, semakin terbiasa kita berdisiplin atau melakukan ketaatan maka terasa ada yang hilang dalam diri kita apabila kita tidak melakukannya. Disiplin adalah kunci sukses, sebab dalam disiplin akan tumbuh sifat yang teguh dalam memegang prinsip, tekun dalam usaha, pantang mundur dalam kebenaran, dan rela berkorban untuk kepentingan agama dan jauh dari sifat putus asa. Perlu kita sadari bahwa betapa pentingnya disiplin dan betapa besar pengaruh kedisiplinan dalam kehidupan, baik dalam kehidupan pribadi, dalam kehidupan masyarakat maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai manusia kita perlu melakukan pembiasaan diri dalam berdisiplin terhadap berbagai hal, tentu dengan segala konsekuensinya yang berpengaruh pada pola hidup dan kehidupan kita, seperti :

A. Disiplin dalam penggunaan Waktu
Disiplin dalam penggunaan waktu perlu diperhatikan dengan seksama. Waktu yang sudah berlalu tak mungkin dapat kembali lagi. Hari yang sudah lewat tak akan datang lagi. Demikian pentingnya waktu sehingga berbagai bangsa di dunia mempunyai ungkapan yang menyatakan penghargaan terhadap waktu. Orang Inggris mengatakan „waktu adalah uang", peribahasa Arab mengatakan „ Waktu adalah pedang", atau „Waktu adalah peluang emas", dan kita orang Indonesia mengatakan :" sesal dahulu pendapatan sesal kemudian tak berguna".
Tak dapat dipungkiri bahwa orang-orang yang berhasil mencapai sukses dalam hidupnya adalah orang-orang yang hidup teratur dan berdisiplin memanfaatkan waktunya, dan sebaliknya banyak orang yang gagal karena terlindas oleh waktu, orang-orang yang tidak mentaati akan pentingnya memanfaatkan waktu bagi dirinya.
B. Disiplin dalam beribadah
Menurut bahasa, ibadah berarti tunduk atau merendahkan diri. Pengertian yang lebih luas dalam ajaran Islam, ibadah berarti tunduk dan merendah diri hanya kepada Allah yang disertai perasaan cinta kepada-Nya. Dari pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa disiplin dalam beribadah itu mengendung dua hal :
a. Berpegang teguh apa yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya, baik berupa perintah atau larangan, maupun ajaran yang bersifat menghalalkan, menganjurkan, sunnah dan makruh.
b. Sikap berpegang teguh yang berdasarkan cinta kepada Allah, bukan karena rasa takut atau terpaksa. Maksud cinta kepada Allah adalah senantiasa taat kepada-Nya. Perhatikan firman Allah dalam Surat Ali Imran ayat 31 :
     •         

" Katakanlah : " Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Ali Imran 31)
C. Disiplin dalam bermasyarakat
Hidup bermasyarakat adalah fitrah manusia. Dilihat dari latar belakang budaya setiap manusia memiliki latar belakang yang berbeda. Karenanya setiap manusia memiliki watak dan tingkah laku yang berbeda. Namun demikian, dengan bermasyarakat, mereka telah memiliki norma-norma dan nilai-nilai kemasyarakatan serta peraturan yang disepakati bersama, yang harus dihormati dan di hargai serta ditaati oleh setiap anggota masyarakat tersebut.
Agama Islam mengibaratkan anggota masyarakat itu bagaikan satu bangunan yang didalamnya terdapat beberapa komponen yang satu sama lain mempunyai fungsi yang berbeda-beda, mana kala salah satu komponen rusak atau binasa. Hadis Nabi Saw menegaskan :
" Seorang Mukmin dengan Mukmin lainnya bagaikan bangunan yang sebagian dari mereka memperkuat bagian lainnya. Kemudian beliau menelusupkan jari-jari yang sebelah kejari-jari tangan sebelah lainnya". ( H.R.Bukhori Muslim dan Turmudzi)
D. Disiplin Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Negara adalah alat untuk meeperjuangkan keinginan bersama berdasarkan kesepakatan yang dibuat oleh para anggota atau warganegara tersebut. Tanpa adanya masyarakat yang menjadi warganya, negara tidak akan terwujud. Oleh karena itu masyarakat merupakan prasyarat untuk berdirinya suatu negara. Tujuan dibentuknya suatu negara adalah agar seluruh keinginan dan cita-cita yang diidamkan oleh warga masyarakat dapat diwujudkan dan dapat dilaksanakan.


Rasulullah bersabda yang artinya :
“Seorang muslim wajib mendengar dan taat, baik dalam hal yang disukainya maupun hal yang dibencinya, kecuali bila ia diperintah untuk mengerjakan maksiat. Apabila ia diperintah mengerjakan maksiat, maka tidak wajib untuk mendengar dan taat". (H.R.Bukhari Muslim).
Dengan berprinsip untuk tetap menjalankan fungsi kehambaan kita, maka tidaklah pantas bagi kita untuk tidak mendisiplinkan diri terhadap nilai-nilai dan aturan-aturan yang mengikatkan diri kita sebagai seorang muslim karena dengan berdisiplin maka kita telah melakukan satu ketaatan. Pada akhirnya kita berdo’a kepada Allah Swt agar kita diberi kemampuan dan kemauan untuk selalu istiqomah melaksanakan disiplin sebagai bentuk ketaatan kita.
             
TunjukilahKami jalan yang lurus,
(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.





DAFTAR PUSTAKA
AL QUR’AN DAN TERJEMAHANNYA, CV Asyifa, Semarang, 1998
Bahroin suryantara, PEDOMAN PRAKTIK SHALAT BERJAMA’AH, Al-Izhar Pondok labu, Jakarta, 2001
Yusuf Qardhawi, MANAJEMEN WAKTU SEORANG MULIM, Ziyads Book, Bandung, [s.a]

Sabtu, 24 Oktober 2009

integritas muslim

           •    
dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)", (Al-Araaf : 172)


Jama’ah Jum’at yang dimuliakan Allah swt
Ayat yang saya baca di awal khutbah tadi adalah sebuah ayat persaksian sebuah ayat dalam bahasa sekarang sebagai integritas seorang manusia kepada Allah swt. Bahasa integritas belakangan banyak dimunculkan media saat Presiden memberikan amanahnya kepada para menteri di istana Negara sesaat pelantikan kabinet Indonesia bersatu jilid II. Para menteri diminta mengingat bahawa mereka telah menandatangi pakta integritas yaitu lebih loyal kepada presiden sebagai kepala pemerintahan dibandingkan dengan para pimpinan parpolnya. Sangat wajar kekawatiran Presiden, karena lebiih 50% anggota kabinetnya berasal dari kalangan partai politik. Para menteri diminta loyal kepada presiden karena mereka telah bersepakat membuat suatu persaksian atau perjanjian.
Setiap manusia sesungguhnya juga telah menjadi saksi sesaat Allah swt menempatkan ruh kedalam jasad setiap hambanya. Dan persaksian jauh lebih mulia dibandingkan persaksian para menteri karena yang meminta agar setiap insan itu loyal bukan presiden tetapi Tuhannya presiden.

Jama’ah yang berbahagia
Loyalitas kita kepada Allah sesungguhnya telah ditanamkan oleh Allah swt. Dan kita telah membuat sebuah persaksian. Sebuah persaksian yang tidak hanya ditanda tangani oleh fisik saja tetapi jauh lebih mulia dan lebih lekang sebuah pakta integritas yang tidak dibatas oleh waktu sebagaimana para menteri yang dibatasi selama 5 tahun tetapi berlaku sampai ruh terlepas dengan raga kita saat kematian menghampiri kita. Iutlah sebuah persaksian abadi sebuah persaksian yang akan melahirkan sebuah komitmen yang tertanam dalam hati setiap manusia. Komitmen untuk tidak menyekutukan Allah swt. Sebuah komitmen yang menempatkan Allah swt diatas segalanya. Sebuah komitmen yang menjalankan kewajiban manusia terhadap hak-hak Allah swt.

"Bukankah aku ini Tuhanmu?"

"Betul (Engkau Tuban kami),

Ma’asyirol muslimin rahimakumullah.
Persaksian yang telah kita nyatakan bahwa Allah swt adalah Rabb kami adalah sebuah persaksian seorang hamba terhadap rabbnya. Kita sadar dan menyadari tidak ada ilah selain dari Allah swt. Sebagaimana kita ucapkan dalam syahadat. Komitmen kita dari apa yang telah kita persaksian kepada Allah swt adalah sbeuah komitmen yang terus kita jalani selama kita menjadi khalifah dimuka bumi ini. Jadi tidak ada manusia yang mengatakan dia tidak kenal Tuhannya, tidak ada manusia yang mengatakan bahwa keberadaan dimuka bumi ini adalah hanyalah sebuah kebetulan saja tidak ada yang merencanakan, bohong kalau sampai manusia mengatakan bahawa keberadaanya adalah kehendak dirinya dan nenek moyangnya.
Allah swt menciptakan manusia dan memberi kesempatan pada manusia untuk menjadi khalifah di bumi ini adalah agar manusia menyadari keberadaanya. Bahwa Allah punya misi terhadap setiap manusia dan misi Allah swt. Adalah agar manusia menjadi hamba yang mulia di sisi-Nya. Yaitu dengan menjalankan setiap perintah-Nya dan menjauhi setiap larangan-Nya. Dan beribadah hanya kepada Allah swt.


Jama’ah yang mulia
Sebuah persaksian atau sebuah perjanjian tentu harus kita tepati karena ada konsekkuansi logis apabila kita melanggar perjanjian tersebut mungkin para menteri yang melanggar perjanjian akan dipecat oleh presiden ukurannya adalah hak preogatif presiden dan si menteri menjadi orang biasa lagi dia bisa beraktifitas di bidang lain. Kalau kesalahan itu ukurannya duniawi maka dia hanya bersalah pada kesepakatan yang telah ditanda tangani. Tetapi kalau kita sebagai manusia melanggar perjanian yang kita buat dengan Allah swt. Bagaiman mungkin kita bisa menghindar dari kesalahan itu, sebuah kesalahan yang hanya bisa ditebus dengan taubat, taubatan nasuha.
Misalnya; dengan mempersekutukannya, dengan melalaikan kewajiban seorang hamba, dengan tidak memenuhi hak-hak-Nya.

Kiat diingatkan oleh Allah swt pada surat An nahal ayat 91
                •     
dan tepatilah Perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.

Jama’ah jumat yang dimuliakan Allah swt.
Hendaklah setiap kita mengintrospeksi diri seraya mengatakan pada dirinya : “wahai jiwaku, sesungguhnya kamu berjanji kepada Rabbmu setiap hari saat kamu membaca dalam tiap bacaan shalatnya.


“hanya kepada engaku kami beribadah dna hanya kepada Engkau kami mohon pertolongan.”

Senin, 21 September 2009

Sejalan dengan berlalunya Ramadhan tahun ini
Kemenangan akan kita gapai
Dalam kerendahan hati ada ketinggian budi
Dalam kemiskinan harta ada kekayaan jiwa
Dalam kesempatan hidup ada keluasan ilmu
Hidup ini indah jika segala karena ALLAH SWT
Kami sekeluarga menghaturkan
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1430 H
Taqobalallahu minna wa minkum
Mohon maaf lahir dan bathin

Sabtu, 05 September 2009

KEMENANGAN HAKIKI

Setelah sebulan penuh melaksanakan puasa Ramadhan, umat Muslim melaksanakan Hari Raya Idul Fitri sebagai hari penuh kegembiraan. Wajarlah kaum Muslim merasa gembira pada saat hari raya tersebut. Namun, kegembiraannya bukanlah karena pesta dan hiburan; bukan pula karena telah bebas dari kungkungan puasa. Sebab, kebahagian seperti itu merupakan kebahagiaan yang lahir dari keterpaksaan, atau setidaknya, bahagia jauh dari kewajiban. Kebahagiaan yang ada adalah kebahagiaan karena telah berhasil menunaikan salah satu kewajiban dan kesiapan untuk menunaikan kewajiban-kewajiban berikutnya sehingga menjadikan Idul Fitri lebih bermakna.

Seperti diketahui, Idul Fitri atau Lebaran ada setelah ditunaikan puasa Ramadhan. Dengan kata lain, hari raya tersebut merupakan hari pertama setelah proses puasa selesai. Lantas, produk apa yang dihasilkan dalam proses puasa tersebut?

Orang yang menunaikan puasa dengan benar sejatinya menjadi orang yang bertakwa, yakni orang yang memelihara dirinya dari kemaksiatan. Sebab, puasa itu mematahkan syahwat sebagai pangkal kemaksiatan.

Berdasarkan hal tersebut maka Idul Fitri tersebut harus dipandang sebagai kelahiran kembali orang-orang yang mendapatkan ampunan dari Allah Swt dan menjelma menjadi orang bertakwa. Lebaran bukanlah akhir dari ketaatan, melainkan awal dari ketakwaan baru. Karenanya, Lebaran akan bermakna hanya jika setiap Muslim menampakkan ketakwaan tersebut dalam aktivitasnya sehari-hari.

Pada saat Idul Fitri wajah kaum Muslim tampak memancarkan kebahagiaan sebagai lambang kemenangan. Hari itu kaum Muslim memproklamirkan kemenangannya atas hawa nafsunya. Rasa syukur diwujudkan dengan lebih mengukuhkan kembali silaturahmi dengan handai taulan dan silah ukhuwah (tali persaudaraan) dengan kaum Muslim yang lain. Sejatinya, suasana yang subur dengan kebahagiaan dan hangatnya ukhuwah pada Hari Raya Idul Fitri ini dapat menumbuhkan ghîrah (semangat) baru untuk bersama-sama menata kembali kehidupan. Sebab, Idul Fitri merupakan hari pertama pasca Ramadhan; kaum Muslim mengawali hari-hari berikutnya dalam 11 bulan ke depan. Sudah sepatutnya mereka, sejak hari pertama itu melakukan muhâsabah (perenungan) secara menyeluruh terhadap kondisi yang dialami bangsa ini. Kemudian akan memberikan kesadaran tentang realitas dan langkah-langkah perubahan yang harus dilakukan pada 11 bulan berikutnya, dengan bekal ketakwaan yang telah dipupuk selama Ramadhan.

Kebahagiaan dalam Penderitaan

Kaum Muslim yang berpuasa Ramadhan memang patut berbahagia merayakan Idul Fitri. Namun, secara faktual, kondisi bangsa kita saat ini sebetulnya jauh dari membahagiakan sebagaimana kebahagiaan pada saat merayakan Idul Fitri.

Semua orang tahu, alam Indonesia sangat kaya. Areal hutannya termasuk paling luas di dunia, tanahnya subur, dan alamnya indah. Indonesia juga adalah negeri yang memiliki potensi kekayaan laut yang luar biasa. Wilayah perairannya sangat luas; kandungan ikannya diperkirakan mencapai 6,2 juta ton, belum lagi kandungan mutiara, minyak, dan kandungan mineral lainnya; di samping keindahan dan kekayaan alam bawah laut yang begitu melimpah.

Akan tetapi negeri kita Indonesia, saat ini termasuk dalam kelompok negeri – negeri miskin di dunia. Laporan Bank dunia terbaru menyebutkan bahwa lebih dari 100 juta penduduk negeri ini berada di bawah garis kemiskinan. Menurut hasil SUSENAS diperkirakan sebanyak 5,7 juta balita (27,3%) mengalami masalah gizi buruk, 8% dari angka tersebut mengalami busung lapar (Kompas 28/5/2006).

Jika kita melihat lebih jauh, persoalan utama penyebab kemiskinan di Indonesia, bukanlah karena sumberdaya alam (SDA) yang kurang, bukan pula karena sumberdaya manusia (SDM) yang kurang. Hal ini karena ternyata kita memiliki SDA yang melimpah. Bangsa inipun juga memiliki SDM yang sebenarnya mampu mengelola kekayaan bangsa. Ternyata kondisi SDA Indonesia yang sangat berlimpah tidak diimbangi dengan pengelolaannya yang optimal oleh pemerintah.

Melihat kenyataan di atas, kaum Muslim perlu segera menentukan langkah untuk melakukan perubahan hakiki dan mendasar. Perubahan yang hakiki adalah perubahan yang dapat menyelesaikan secara tuntas persoalan yang dihadapi bangsa Indoensia. Perubahan semacam itu tidak mungkin tercapai kecuali dengan membangun kesadaran dan kekuatan politik yang menyatukan seluruh potensi SDA maupun SDM bangsa Indoensia.

Sebagai wujud kepedulian kita sebagai mahasiswa terhadap kondisi SDA dan pengelolaannya, dimana mahasiswa sendiri adalah bagian dari masyarakat yang memiliki potensi dan pengaruh khusus, yaitu pengembangan wacana kritis dan melakukan perang pemikiran terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak pro masyarakat serta kewajiban kita sebagai seorang Muslim, terutama pengelolaan SDA Kawasan Timur Indoensia (KTI) khususnya selain itu memberikan masukan-masukan wacana kritis terkait dengan eksploitasi SDA dengan berbagai pihak terutama Pemerintah Daerah KTI.

Ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang pengembangan bioenergi dengan menggunakan tanaman Jarak (Jatropha curcas, L) sebagai elternatif pengembangan bahan bakar minyak (bioenergi). Menyikapi keadaan seperti ini kita harus bersikap kritis, jangan sampai pemanfaatan tanaman Jarak sebagai bahan baku pengembangan bioenergi dapat menganggu ketahanan pangan karena terjadi kompetisi pemakaian lahan antara energi dan pangan. Diperlukan pengkajian dan penelitian oleh para akademisi secara mendalam terkait dengan kualitas dan dampak lingkungan yang timbul. Salain itu, secara aktif mengontrol kebijakan pemerintah dengan berpikir secara mendalam dampak yang ditimbulkannya (jika ingin membudidayakan). Sehingga jaminan akan kesejahteraan rakyat dapat terpenuhi (tentunya setelah pemenuhan kebutuhan pangan rakyat terpenuhi).

Pengelolaan SDA yang salah dikarenakan kebijakan pemerintah yang terlalu mudah untuk mengundang investor asing dan investor dalam negeri untuk mengeksplorasi kekayaan alam Indonesia melalui penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN), dan manajemen pengelolaan SDA yang lebih berpihak pada para investor tersebut.

Pemerintah berkewajiban mengelola SDA yang besar seperti migas, tambang, hutan ataupun yang lainnya yang menjadi milik rakyat, yang hasilnya dikembalikan kepada rakyat. Dengan kata lain, sumber daya alam itu milik rakyat, bukan milik negara apalagi milik swasta baik swasta asing maupun swasta dalam negeri. Kebijakan negara harus selalu memperhatikan kepentingan rakyat. Negara hanya berfungsi sebagai pengelola saja. Karena itu, seharusnya rakyat mendapatkan apa yang dimilikinya, dengan harga yang sesuai dengan biaya pengelolaannya bukan seperti yang terjadi selama ini. Rakyat membeli dengan harga pasar seolah-olah mereka bukan pemilik negeri ini.
Menuju Kemenangan Hakiki

Target puncak dari Ramadhan adalah terbentuknya ketakwaan pada diri kaum Muslim. Idul Fitri adalah hari pertama untuk menerapkan ketakwaan tersebut. Dengan kata lain, Idul Fitri sejatinya merupakan pintu gerbang menuju Kemenangan Hakiki dalam seluruh aspek kehidupan kaum Muslim yang penuh dengan atmosfir ketakwaan. Ketakwaan itu sendiri sejatinya hanya mungkin diraih oleh kaum Muslim ketika Syariat Islam diterapkan secara menyeluruh dalam kehidupan mereka secara Islami dalam wadah Khilafah Muslimiyah.

Karena itu, pada hari yang fitri sudah sepatutnya kita berjanji kepada Allah, Rasul-Nya, dan kaum Muslim untuk mengerahkan segenap upaya, secara damai, demi tegaknya Khilafah dan Syariat Islam. Kita memohon dengan sungguh-sungguh kepada Allah SWT agar menetapkan kita untuk mewujudkan hal ini sehingga kaum Muslim merasakan apa yang digambarkan Allah SWT dalam firman-Nya dalam QS Ar-rum ayat 4-5 yang artinya:

“Pada hari (kemenangan) itu bergembiralah orang-orang yang beriman karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.”

***

WAKTU DAN TANDA-TANDA KEDATANGAN MALAM LAILATUL QADAR

Dari Ibnu Umar ra, ada beberapa orang sahabat Nabi Saw yang bermimpi bahwa Lailaitul Qadar akan datang pada pada tujuh malam terakhir bulan Ramadhan, Rasulullah SAW bersabda: "Aku juga melihat ru'yah kalian pada tujuh malam terakhir bulan tersebut. Maka barang siapa yang menginginkannya, dapatkanlah malam tersebut pada tujuh malam terakhir"

Lailatul Qadar mempunyai kedudukan yang istimewa dalam Islam, karena malam tersebut diakui sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan. Pada malam tersebut turunlah para malaikat (termasuk malaikat Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam tersebut akan penuh dengan kesejahteraan sampai terbit fajar.

Seperti halnya kematian, malam Lailatul Qadar juga dirahasikan keberadaannya oleh Allah supaya manusia mempergunakan seluruh waktunya untuk beribadah dan mengingatnya dengan tetap mawas diri setiap saat, selalu berbuat kebaikan dan taat kepada Tuhannya.

"Aku juga melihat Lailatul Qadar dalam mimpi seperti kalian yaitu pada tujuh malam terakhir" (dengan mempergunakan kalimat Tawaata'a). Hadis ini bersinggungan dengan sebuah hadis yang berbunyi: "Seseorang telah melihat malam Lailatul Qadar pada tujuh malam terakhir bulan Ramadhan, maka Nabi bersabda: "Dapatkanlah malam mulia itu, pada tujuh malam terakhir" (Dengan mempergunakan kata Ra'a). Riwayat Muslim menyatakan bahwa Lailatul Qadar jatuh pada tujuh malam terakhir sedang riwayat Bukhari ada yang melihat jatuh pada malam ketujuh dan ada yang melihat sepuluh terakhir.

Karena perbedaan kalimat pada kedua hadis tersebut (dalam riwayat Muslim mempergunakan kalimat Tawata'a sedangkan riwayat Bukhori tidak mempergunakan kalimat tersebut), timbullah perbedaan pendapat di antara para ulama dalam menentukan datangnya malam Lailatul Qadar, ada yang mengatakan pada tujuh malam terakhir dan ada juga yang mengatakan sepuluh malam terakhir. Padahal secara tidak langsung bilangan tujuh masuk ke dalam sepuluh, maka Rasulullah pun menentukan bahwa malam Lailatul Qadar jatuh pada tujuh malam terakhir, karena makna Tawaata'a pada hadis yang diriwayatkan Muslim berarti Tawaafuq (sesuai atau sama).

Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh di sini adalah tujuh malam terakhir bulan Ramadhan. Berdasarkan hadis yang diriwayatkan Ali ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: "Dapatkanlah Lailatul Qadar pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, seandainya kalian kehilangan hari-hari sebelumnya maka jangan sampai kalian melewatkan malam-malam terakhir bulan tersebut"

Diriwayatkan oleh Ibnu Umar ra, ia berkata, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda: "Dapatkanlah Lailatul Qadar pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, apabila kalian merasa lemah atau tidak mampu melaluinya maka jangan sampai kalian kehilangan tujuh malam berikutnya" Dari berbagai versi hadis yang ada, telah terbukti bahwa Lailatul Qadar jatuh pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan.

Sebagian ulama berpendapat bahwa Lailatul Qadar jatuh pada malam dua puluh dua dan paling akhir jatuh pada malam dua puluh delapan, berdasarkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhori dari Ibnu Abbas bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: "Dapatkanlah Lailatul Qadar pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan. Akan tetapi malam Lailatul Qadar sendiri jatuh pada malam ke sembilan, tujuh dan lima Ramadhan (bilangan ganjil).

Dari riwayat hadis yang berbeda lahirlah pendapat para ulama yang beragam (tidak kurang dari empat puluh pendapat). Malam Lailatul Qadar mempunyai ciri dan keistimewaan tersendiri yang tidak dapat kita kenali kecuali setelah berlalunya malam tersebut. Salah satu ciri atau keistimewaan tersebut adalah; terbitnya matahari seperti biasa akan tetapi memancarkan cahaya redup (tidak bersinar terang seperti biasa), berdasarkan sebuah hadis: dari Zur Bin Hubaisy, ia berkata: "Aku mendengar Ubay Bin Ka'ab berkata: "Barang siapa yang bangun di tengah malam selama satu tahun ia akan mendapatkan Lailatul Qadar" Ayahku berkata: "Demi Allah tidak ada Tuhan selain dia, malam itu terdapat di bulan Ramadhan, demi Tuhan aku mengetahuinya, tapi malam manakah itu? Malam dimana Rasulullah memerintahkan kita untuk bangun untuk beribadah. Malam tersebut adalah malam ke dua puluh tujuh, yang ditandai dengan terbitnya matahari berwarna putih bersih tidak bercahaya seperti biasanya".

Diriwayatkan dari Ibnu Khuzaimah dari hadis Ibnu Abbas: "Ketika Lailatul Qadar pergi meninggalkan, bumi tidak terasa dingin, tidak juga panas, dan matahari terlihat berwarna merah pudar" dan dari Hadits Ahmad: "Pada hari itu tidak terasa panas ataupun dingin, dunia sunyi, dan rembulan bersinar" Dari hadis kedua kita dapat menyimpulkan bahwa ciri-ciri tersebut hanya ada pada waktu malam hari.

Malam Lailatul Qadar bukanlah malam yang penuh dengan bintang yang bersinar (sebagaimana diperkirakan orang) akan tetapi Lailatul Qadar adalah malam yang mempunyai tempat khusus di sisi Allah. Dimana setiap Muslim dianjurkan untuk mengisi malam tersebut dengan ibadah dan mendekatkan diri padanya.

Imam Thabari mengatakan: "Tersembunyinya malam Lailatul Qadar sebagai bukti kebohongan orang yang mengatakan bahwa pada malam itu akan datang ke dalam penglihatan kita sesuatu yang tidak akan pernah kita lihat pada malam-malam yang lain sepanjang Tahun, sehingga tidak semua orang yang beribadah sepanjang tahunnya mendapat Lailatul Qadar" Sedangkan Ibnu Munir mengatakan bahwa tidak sepantasnya kita menghukumi setiap orang dengan bohong, karena semua ciri-ciri tersebut bisa dialami oleh sebagian golongan umat, selayaknya karamah yang Allah berikan untuk sebagian hambanya, karena Nabi sendiri tidak pernah membatasi ciri-ciri yang ada, juga tidak pernah menafikan adanya karamah.

Ia meneruskan: Lailatul Qadar tidak selamanya harus diiringi keajaiban atau kejadian-kejadian aneh, karena Allah lebih mulia kedudukannya untuk membuktikan dan memberikan segala sesuatu sesuai dengan kehendaknya. Sehingga ada yang mendapatkan malam Lailatul Qadar hanya dengan beribadah tanpa melihat adanya keanehan, dan ada sebagian lain yang melihat keanehan tanpa di sertai ibadah, maka penyertaan ibadah tanpa disertai keanehan kedudukannya akan lebih utama di sisi Tuhan.

Ada sebagian pendapat yang mengatakan bahwa salah satu ciri datangnya malam Lailatul Qadar adalah melihat segala sesuatu yang ada di bumi ini tertunduk dan sujud ke hadirat-Nya. Sebagian lain mengatakan pada malam itu dunia terang benderang, dimana kita dapat melihat cahaya dimana-mana sampai ke tempat-tempat yang biasanya gelap. Ada juga yang mengatakan orang yang mendapatkan malam Lailatul Qadar dapat mendengar salam dan khutbahnya malaikat, bahkan ada yang mengatakan bahwa salah satu ciri tersebut adalah dikabulkannya do'a orang yang telah diberikannya taufik.

Minggu, 30 Agustus 2009

KESEMPURNAAN IBADAH PUASA

oleh UST. H.M. FARCHAN

Supaya puasa dapat sempurna sesuai dengan tujuan puasa maka perlu diikuti petunjuk-petunjuk ini :

1. Makanlah sahur.
1. Hadits riwayat Bukhari Muslim
"Makan sahurlah kamu, sesungguhnya makan sahur itu ada keberkatan."
2. Hadits riwayat Ibnu Khuzaimah
" Bantulah puasamu di siang hari itu dengan makan sahur dan sembahyang malam dengan tidur siang."
2. Segeralah berbuka puasa sesudah tepat waktunya.
Hadits riwayat Bukhari, Muslim, Tirmidzi
" Senantiasa manusia akan mendapat kebaikan selama mereka mau menyege-
gerakan berbuka dan mengakhirkan sahur."
3. Mandi hadats besar (junub) sebelum fajar.
Agar dapat melaksanakan ibadah dalam suasana suci.
4. Banyak membaca Al Qur’an.
Hadits riwayat Bukhari Muslim dari Ibnu Abbas
" Sesungguhnya malaikat Jibril senantiasa datang kepada Nabi SAW. pada setiap malam (Ramadhan) lalu menyimak Al Qur’an di hadapan Nabi SAW."
5. Menjaga lidah dari perkataan dusta, mengumpat, mengadu domba, mencaci maki dan berbuat dosa.
Hadits riwayat Bukhari
"Barangsiapa tidak mau meninggalkan omongan (dusta) dan berbuat dosa, maka Allah tidak memerlukan dia untuk meninggalkan makanan dan minumannya."
6. Jangan keluar batas, jangan cepat marah, naik darah, dimana anda sedang berpua
sa, maka katakanlah kalau ada sesuatu yang tidak enak ‘saya sedang puasa’.
7. Hendaklah orang yang berpuasa keluar dari puasa dengan membawa lambang taqwallah.
8. Menjaga / manahan nafsu.
9. Memakan makanan yang halal termasuk dari hasil yang halal.
10. Perbanyak shodaqoh.
Hadits riwayat Bukhari Muslim
"Rasulullah SAW. adalah orang yang paling gemar kepada kebajikan, lebih-lebih di bulan Ramadhan."
11. Beriktikaf di masjid, mengerjakan shalat, termasuk tarawih.
12. Ketika berbuka membaca yang artinya:
"Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Ya Allah, karena Engkau aku berpuasa, dan dengan rezeki yang Engkau berikan aku berbuka, Maha Suci Engkau dan Maha Terpuji. Ya Allah, terimalah dari aku (puasaku), bahwasanya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."

Hal – hal Yang Berkenaan Dengan Puasa :

1. Hukum puasa.
Wajib ‘ain bagi setiap muslim yang mukallaf.
2. Puasa diwajibkan :
Pada tahun ke-2 Hijriyah.
3. Kedudukan niat : puasa tidak sah tanpa niat (sebelum subuh).
4. Syarat wajib puasa.
Islam, baligh, sehat akalnya, bersih dari haid, nifas dan melahirkan anak, kuat dalam menjalankan puasa, sehat dan tidak dalam bepergian.
5. Yang mambatalkan puasa :
1. Puasa menjadi sia-sia apabila ada sesuatu betapapun kecilnya masuk ke dalam perut secara sengaja melalui saluran yang normal seperti : mulut, hidung dan telinga, demikian juga mata (termasuk sisa-sisa makanan, berkumur berlebihan, dan lain-lain.
2. Sesuatu yang keluar dari mulut, seperti muntah dengan sengaja.
3. Bersetubuh (hubungan suami-istri)
4. Mengeluarkan mani (inzal) dengan sengaja.
6. Hal-hal yang tidak membatalkan tetapi makruh.
Mengunyah atau mencicipi makanan lalu dibuang.
7. Hal-hal yang diharamkan, diantaranya :
Memandang wanita dengan nafsu birahi (termasuk film-film porno).
8. Hal-hal yang tidak membatalkan :
1. Masuknya sesuatu ke dalam perut tanpa sengaja.
2. Tertelannya air liur.
3. Tertelannya sisa-sisa makanan tanpa sengaja.
4. Makan karena lupa.
9. Puasa menjadi sah jika tetap melaksanakan shalat lima waktu.

Hendaklah diketahui bahwa tulisan ini ditulis dengan secara global sebagai pedoman untuk dapat sempurnanya ibadah puasa kita. Selebihnya merupakan kewajiban kita untuk mengkaji lebih dalam dengan banyak membaca di dalam kitab-kitab fiqih bab puasa. Anjuran membaca sebagaimana firman Allah Swt. dalam ayat pertama yang diturunkan, adalah " Iqra’ ", artinya bacalah. Dan seterusnya sebagaimana tercantum dalam surat Al-'Alaq. Mudah-mudahan tulisan ini bisa bermanfaat.

MASJID JAMI' BABUSSALAM LAWANG di 09:16

Jumat, 21 Agustus 2009

Beberapa Keutamaan Bulan Ramadhan

Penterjemah:

Abu Ahmad

__________

Risalah dari Muhammad Mahdi Akif; Mursyid Am Al-Ikhwan Al-Muslimun; 28-08-2008

Segala puji bagi Allah; Tuhan semesta alam, salawat dan salam atas Rasulullah saw, beserta keluarga dan sahabatnya dan mereka-mereka yang mengikuti jejak langkahnya hingga hari kiamat.. selanjutnya..

Allah SWT berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمْ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagiamana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian menjadi orang yang bertaqwa”. (Al-Baqoroh:183)

Bahwa bulan Ramadhan merupakan bulan yang agung dan mulia, dan memiliki banyak keutamaan dan keistimewaan, mengandung di dalamnya kebaikan dari Allah SWT, pahala dan ganjaran yang berlipat bagi mereka yang ingin mencarinya. Dalam atsar disebutkan:

أَيُّهَا النَّاسُ، قَدْ أَظَلَّكُمْ شَهْرٌ عَظِيْمٌ، شَهْرٌ مُبَارَكٌ، شَهْرٌ فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، جَعَلَ اللهُ صِيَامَهُ فَرِيْضَةٌ، وَقِيَامُ لَيْلِهِ تَطَوُّعًا، مَنْ تَقَرَّبَ فِيْهِ بِخَصْلَةٍ مِنَ الْخَيْرِ، كَانَ كَمَنْ أَدَّى فَرِيْضَةً فِيْمَا سِوَاهُ، وَمَنْ أَدَّى فِيْهِ فَرِيْضَةً كَانَ كَمَنْ أَدَّى سَبْعِيْنَ فَرِيْضَةً فِيْمَا سِوَاهُ، وَهُوَ شَهْرُ الصَّبْرِ، وَالصَّبْرُ ثَوَابُهُ الْجَنَّةَ، وَشَهْرُ الْمُوَاسَاةِ، وَشَهْرٌ يُزْدَادُ فِيْهِ رِزْقُ الْمُؤْمِنِ، مَنْ فَطَّرَ فِيْهِ صَائِمًا كَانَ مَغْفِرَةً لِذُنُوْبِهِ وَعِتْقُ رَقَبَتِهِ مِنَ النَّارِ، وَكَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْتَقِصَ مِنْ أَجْرِهِ شَيْءٌ”، قَالُوا: لَيْسَ كُلُّنَا نَجِدُ مَا يُفْطِرُ الصَّائِمَ؟ فَقِيْلَ: يُعْطِي اللهُ هَذَا الثَّوَابَ مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا عَلىَ تَمْرَةٍ، أَوْ شُرْبَةَ مَاءٍ، أَوْ مَذَقَةَ لَبَنٍ، وَهُوَ شَهْرٌ أَوَّلُهُ رَحْمَةٌ، وَأَوْسَطُهُ مَغْفِرَةٌ، وَآخِرُهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ

Dari Salman Al-Farisi ra. berkata: “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah pada hari terakhir bulan Sya’ban: Wahai manusia telah datang kepada kalian bulan yang agung, bulan penuh berkah, didalamnya ada malam yang lebih baik dari seribu bulan. Allah menjadikan puasanya wajib, dan qiyamul lailnya sunnah. Siapa yang mendekatkan diri dengan kebaikan, maka seperti mendekatkan diri dengan kewajiban di bulan yang lain. Siapa yang melaksanakan kewajiban, maka seperti melaksanakan 70 kewajiban di bulan lain. Ramadhan adalah bulan kesabaran, dan kesabaran balasannya adalah surga. Bulan solidaritas, dan bulan ditambahkan rizki orang beriman. Siapa yang memberi makan orang yang berpuasa, maka diampuni dosanya dan dibebaskan dari api neraka dan mendapatkan pahala seperti orang orang yang berpuasa tersebut tanpa dikurangi pahalanya sedikitpun ». kami berkata : »Wahai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam Tidak semua kita dapat memberi makan orang yang berpuasa ? ». Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:” Allah memberi pahala kepada orang yang memberi buka puasa walaupun dengan satu biji kurma atau seteguk air atau susu. Ramadhan adalah bulan dimana awalnya rahmat, tengahnya maghfirah dan akhirnya pembebasan dari api neraka (HR Al-‘Uqaili, Ibnu Huzaimah, al-Baihaqi, al-Khatib dan al-Asbahani)

Dan diantara ibadah-ibadah yang dikhususkan dalam bulan Ramadhan adalah sebagai berikut:

1. Shaum (puasa); yaitu menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa seperti makan dan minum, sebagaimana yang banyak diketahui, dan dengan menjaga anggota tubuh dari maksiat kepada Allah, dan jika tidak bagaimana mungkin dirinya merasa terawasi oleh Allah bagi siapa yang tidak takut kepada-Nya, dan tidak merasa adanya celaan pengawasan terhadap seseorang yang tidak ridha Allah:

مَن لم يَدَعْ قولَ الزُّورِ والعمَلَ بِهِ ، فَليسَ للهِ حاجة فِي أَن يَدَعَ طَعَامَهُ وشَرَابَهُ

“Barangsiapa yang tidak mampu meninggalkan ucapan kotor dan dia melakukannya maka Allah tidak membutuhkan darinya dalam meninggalkan makanan dan minuman”.

Dan hal tersebut dalam syair juga disebutkan:

إِذَا لَمْ يَكُنْ فِي السَّمْعِ مِنِّيْ تَصَامُمٌ وَفِي مَقْلَتِي غَضٌّ وَفِي مَنْطِقِي صُمْتٌ

فَحَظِّي إِذَنْ مِنْ صَوْمِي الْجُوْعُ وَالظَّمَاُ وَإِنْ قُلْتُ إِنِّي صُمْتُ يَوْمًا فَمَا صُمْتُ

Jika dalam pendengaran diriku tidak ada perbaikan

Dan dalam penglihatan tidak terjaga dan ucapan yang tidak terkontrol

Maka apa keuntunganku dari berpuasa menahan lapar dan haus

Sekalipun aku mengatakan saya sedang puasa maka pada hakikatnya aku tidak berpuasa

Bahwa ibadah puasa hadir untuk memberikan perasaan kepada manusia bahwa dirinya harus mencapai tingkat kemuliaan diatas dari kebutuhannya, meningkatkan derajatnya diatas tingkatan yang ada dharuri, memperkokoh nilai-nilai luhur terhadap nilai-nilai yang rendah. Dari Abu Hurairah berkata; nabi saw bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِه

“Barangsiapa yang puasa karena iman dan berharap pahala dan ridha Allah, maka akan diampuni dosa-dosa yang telah lalu”.

2. Al-Qur’an turun dalam bulan Ramadhan

Allah mengkhusukan pada bulan yang agung ini dengan turunnya Al-Qur’an Al-Karim; Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan”. (Al-Qodar:1) dan Al-Qur’an yang diturunkan Allah bertujuan untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya, Allah berfirman: “(ini adalah) kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji”. (Ibrahim:1). Sebagaimana Al-Qur’an juga membawa petunjuk seluruh manusia “Bulan Ramadhan adalah bulan diturunkan di dalamnya Al-Qur’an membawa petunjuk bagi manusia dan penjelasan dari petunjuk tersebut dan membawa Al-Furqan (pembeda antara yang hak dan yang bathil)”. (Al-Baqoroh:185)

3. Qiyam Al-Lail (shalat tarawih)

Dalam bulan ramadhan terdapat shalat qiyam lail, dan Allah menjadikannya ibadah sunnah bagi siapa yang berambisi mendapatkan ampunan Allah dari dosa-dosanya; dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda:

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

”Barangsiapa yang melakukan qiyam Ramadhan karena iman dan berharap ridha Allah maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”.

4. Lailatul Qodar (malam kemuliaan)

Dalam bulan Ramadhan juga terdapat lailatul Qodar yang memiliki nilai dan bobot lebih baik dari seribu bulan.. “Lailatul Qodar adalah lebih baik dari seribu bulan”. (Al-Qodar:3) dan bagi siapa yang melakukan qiyam pada lailatul Qodar maka akan dihapus atau diampuni dosa-dosanya.

وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِه

“Dan barangsiapa yang melakukan qiyam pada saat lailatul Qodar dengan iman dan berharap ridha Allah maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”.

5. Al-I’tikaf

Dan pada malam 10 hari terakhir bulan ramadhan Rasulullah saw melakukan I’tikaf; dari Abdullah bin Umar ra, dia berkata: “Bahwa Rasulullah saw selalu I’tikaf pada malam 10 hari terakhir bulan Ramadhan”.

Puasa Merupakan Bekal Untuk Menghadapi Musuh

Dalam puasa merupakan sarana memperkokoh keinginan dan kehendak, memberikan pembinaan atas kesabaran, karena itu; orang yang berpuasa harus menahan rasa lapar walaupun dihadapan ada hidangan yang lezat; dan harus mampu menahan rasa haus walaupun dihadapannya ada air dingin nun menyegarkan; dan juga menahan nafsu syahwat sekalipun disampingnya ada istri yang halal nun jelita, padahal tidak ada yang melihat dirinya kecuali Allah, dan tidak ada yang memimpin dirinya kecuali dhamirnya (hatinya), serta tidak bersandar pada yang lain kecuali keinginannya yang kuat dan penuh kewaspadaan. Dan karena bulan Ramadhan mengajarkan kesabaran yang juga diberi julukan dengan demikian “Bulan Kesabaran” seperti yang disebutkan bahwa

لِكُلِّ شَيْءٍ زَكَاةٌ، وَزَكَاةُ الْجَسَدِ الصَّوْمُ، وَالصَّوْمُ نِصْفُ الصَّبْرِ

“Pada setiap sesuatu ada zakatnya, dan zakatnya tubuh adalah puasa, sedangkan puasa bagian dari kesabaran”.

Bahwa Islam bukan agama berserah diri dan malas; namun merupakan agama jihad dan usaha yang terus menerus, dan perangkat pertama dalam jihad adalah kesabaran dan keinginan yang kuat; karena itu jika seseorang tidak berusaha menjihadkan (memerangi) jiwanya, maka sungguh jauh, akan mampu memerangi musuhnya, dan barangsiapa yang tidak mampu mengalahkan jiwanya dan syahwatnya, maka sungguh jauh, dirinya akan mampu mengalahkan musuhnya, dan barangsiapa yang tidak mampu bersabar menahan rasa lapar dalam satu hari, maka sungguh jauh dirinya, bisa bersabar berpisah dengan keluarga dan negara demi meraih tujuan dan misi besar.

Puasa terdapat di dalamnya kesabaran dan usaha menghancurkan jiwa; dan diantara sarana Islam dalam mempersiapkan orang beriman yang memiliki sifat sabar dan penuh jiwa pejuang adalah yang mampu mengemban rasa haus, lapar dan hawa nafsu, menerima dengan riang gembira akan rasa letih, sederhana dan kerasnya hidup, selama hal tersebut berada di jalan Allah.

Wahai Umat Islam…

Bahwa Ramadhan merupakan salah satu bentuk ketaatan yang agung, dan pameran yang menakjubkan akan perniagaan ukhrawi, dan ibadah-ibadah ini akan menjadi waktu-waktu yang indah, masa-masa yang mengasyikkan, dan hari-hari dan malam yang penuh dengan hiasan; karena ketaatan merupakan waktu yang indah; yaitu pada bulan yang paling indah ini dan ganjaranpun disisi Allah sangat besar dan berlimpah; karena itulah hendaknya setiap muslim bersungguh-sungguh memanfaatkan waktu yang agung ini dan menerimanya dengan taubat yang nusuh (sebenarnya) dan niat yang benar untuk ketaatan, dan keinginan yang kuat, himmah aliyah (semangat yang bergelora) untuk melanjutkan ketaatan hingga akhir ramadhan; sehingga menjadi orang yang ditulis oleh Allah terbebas dari api neraka, dan perbanyaklah di dalamnya amalan-amalan kebaikan sebagaimana yang disebutkan dalam atsar:

وَاسْتَكْثَرُوا فِيْهِ مِنْ أَرْبَعِ خِصَالٍ: خَصْلَتَيْنِ تَرْضَوْنَ بِهِمَا رَبَّكُمْ، وَخَصْلَتَيْنِ لاَ غَنِى بِكُمْ عَنْهُمَا، فَأَمَّا الْخَصْلَتَانِ الَّلتَانِ تَرْضَوْنَ بِهِِمَا رَبَّكُمْ: فَشَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَتَسْتَْغْفِرُوْنَهُ، وَأَمَّا الَّلتَانِ لاَ غَنِى بِكُمْ عَنْهُمَا: فَتَسْأَلُوْنَ اللهَ الْجَنَّةَ، وَتَعُوْذُوْنَ بِهِ مِنَ النَّارِ

“Oleh karena itu banyakkanlah yang empat perkara di bulan Ramadhan; dua perkara untuk mendatangkan keridhaan Tuhanmu, dan dua perkara lagi kamu sangat menghajatinya; Dua perkara yang pertama ialah mengakui dengan sesungguhnya bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan mohon ampun kepada-Nya . Dua perkara yang kamu sangat memerlukannya ialah mohon surga dan perlindungan dari neraka.”

Perbanyaklah tilawah Al-Qur’an Al-Karim; karena bulan Ramahdan adalah bulan Al-Qur’an, di dalamnya Al-Qur’an diturunkan, dan di dalamnya pula Jibril datang kepada nabi saw; mengajarinya dan menelaahnya bersama Rasulullah saw; sampai pada tahun di dalamnya Rasulullah saw wafat, Jibril melakukannya sebanyak dua kali.

Dan seorang muslim hendaknya berambisi dalam memperbanyak sedekah dan mengasihi orang-orang fakir dan miskin dan berbuat baik kepada mereka dan memberi sesuatu dari nikmat yang Allah anugrahkan kepadanya; karena bulan ini disebut juga dengan bulan meningkatnya nilai-nilai ruhiyah (spiritual) daripada nilai-nilai madiyah (material), dan menjadi sarana peleburan akan kehidupan dunia yang melekat dalam jiwa sehingga dihempaskan kebelakang pundaknya, dan memberikan manfaat –pada sisi lain- sepanjang waktu baik pagi maupun sore hari.

Allah SWT melipat gandakan pahala dan ganjaran bagi orang-orang yang bersedekah, dan membalaskan ganjaran kepada mereka yang memberi terhadap hamba-hamba yang membutuhkan dan ternyuh hatinya terhadap anak-anak yatim dan para janda, mereka terbiasa memiliki sifat dermawan dan sifat memberi seperti halnya nabi saw; yang memiliki sifat dermawan dan kasih sayang dan bahkan seperti sifat memberi dan ringan tangan, dan nabi saw manusia paling dermawan jiwanya pada bulan ramadhan saat jibril mentadarruskan Al-Qur’an kepadanya; dari Ibnu Abbas berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَجْوَدَ النَّاسِ بِالْخَيْرِ ، وَكَانَ أَجْوَدَ مَا يَكُونُ فِى رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جَبْرَيلُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ ، وَكَانَ جَبْرَيلُ يَلْقَاهُ كُلَّ لَيْلَةٍ فِى رَمَضَانَ حَتَّى يَنْسَلِخَ يَعْرِضُ عَلَيْهِ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- الْقُرْآنَ. فَإِذَا لَقِيَهُ جَبْرَيلُ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَجْوَدَ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ

“Nabi saw merupakan manusia paling dermawan dalam kebaikan terhadap manusia, dan lebih dermawan lagi jiwa pada bulan Ramadhan, ketika bertemu dengan Jibril, dan Jibril selalu menjumpainya pada malam bulan Ramadhan sehingga beliau meninggal, mengajarkan kepadanya Al-Qur’an, dan ketika jibril menjumpainya kedermawanannya tampak lebih daripada angin yang bertiup”.

Bersungguh-sungguh jugalah wahai umat Islam menjalin silaturrahim, saling berkasih sayang, saling berziarah dan saling mengasihi sesama kerabat dan tetangga, berbuat baik antara sesama orang yang beriman, menghilangkan perselisihan dan permusuhan, dan membersihkan hati dari kedengkian dan kebencian:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

“Sesungguhnya hanyalah orang-orang beriman yang bersaudara, karena itu perbaikilah hubungan dua saudara diantara kalian dan bertaqwalah kepada Allah agar kalian diberikan rahmat”. (Al-Hujurat:10)

dan Allah berfirman:

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإِيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاً لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Ya Rabb Kami, beri ampunlah Kami dan saudara-saudara Kami yang telah beriman lebih dulu dari Kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati Kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb Kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (Al-Hasyr:10)

Dan dalam syair disebutkan:

أَتَى رَمَضَانُ مَزْرَعَةً الْعِبَادِ لِتَطْهِيْرِ الْقُلُوْبِ مِنَ الْفَسَادِ

فَأَدِّ حُقُوْقَهَ قْوَلاً وَفِعْلاً وَزَادَكَ فَاتَّخِذْهُ لِلْمَعَادِ

فَمَنْ زَرَعَ الْحُبُوْبَ وَمَا سَقَاهَا تَأَوَّهَ نَادِمًا يَوْمَ الْحِصَادِ

Ramadhan telah tiba sebagai bulan panen bagi setiap hamba

Untuk membersihkan hati dari berbagai kerusakan dan dosa

Maka dari itu tunaikanlah hak-haknya; baik ucapan dan perbuatan

Dan carilah bekalmu untuk hari depan; ambil dan perbanyaklah

Bagi siapa yang menanam benih namun tidak menyiraminya

Niscaya akan menyesal disaat hari panen

Tahniah Untuk Dunia Islam

Kami sampaikan selamat kepada dunia Islam seluruhnya dengan kehadiran bulan suci Ramadhan yang penuh berkah, dan kami berharap dan memohon kepada Allah agar dijadikan hilal bulan ini dengan kebaikan, keberkahan dan persatuan bagi umat Islam, kemenangan dan dukungan dari Allah terhadap mereka, sebagaimana kita harus bersimpuh dihadapan Allah agar diikatkan hati-hati kita dengan ikhwan-ikhwan para mujahidin di berbagai tempat mereka berada, melepaskan belenggu yang mengikat mereka dan membebaskan mereka dari penjara.

Memberikan pesan kepada dunia seluruhnya untuk berusaha melepaskan blockade atas bangsa Palestina sehingga mereka dapat menikmati kebebasan dan mendapatkan apa yang mereka butuhkan dari kebutuhan hidup pada bulan yang penuh berkah ini.

Adapun ikhwan-ikhwan kita yang berada di penjara penjajah dan orang-orang zhalim kami sampaikan kepada mereka dan keluarga mereka; selamat dengan kedatangan bulan kesabaran ini, dan kami sampaikan kepada mereka: bersabarlah.. karena kekejian orang-orang zhalim pasti akan pergi sementera fajar Islam pasti akan datang; cahayanya akan bersinar di ufuk dan hal tersebut tidak langgeng kecuali dengan sabar sesaat

وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ. بِنَصْرِ اللَّهِ يَنصُرُ مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ

“Dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman, karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendakiNya. dan Dialah Maha Perkasa lagi Penyayang”. (Ar-Ruum:4-5)

Allah Maha Besar dan segala puji bagi Allah.. dan salawat dan salam atas nabi kita, Muhammad saw, beserta keluarga dan sahabatnya.

MARHABAN YAA RAMADHAN

eluruh umat Islam kini menyerukan 'Marhaban Ya Ramadhan, Marhaban Ya Ramadhan", selamat datang Ramadhan, Selamat datang Ramadhan. Di masjid-masjid, musholla, koran-koran, stasiun televisi dan radio dan berbagai mailing list, ungkapan selamat datang Ramadhan tampil dengan berbagai ekpresi yang variatif.

Setiap media telah siap dengan dengan sederet agendanya masing-masing. Ada rasa gembira, ke-khusyu'-an, harapan, semangat dan nuansa spiritualitas lainnya yang sarat makna untuk diekpresikan. Itulah Ramadhan, bulan yang tahun lalu kita lepas kepergiannya dengan linangan air mata, kini datang kembali.

Sejumlah nilai-nilai dan hikmah-hikmah yang terkandung dalam ibadah puasa pun marak dikaji dan kembangkan. Ada nilai sosial, perdamaian, kemanusiaan, semangat gotong royong, solidaritas, kebersamaan, persahabatan dan semangat prularisme. Ada pula manfaat lahiriah seperti: pemulihan kesehatan (terutama perncernaan dan metabolisme), peningkatan intelektual, kemesraan dan keharmonisan keluarga, kasih sayang, pengelolaan hawa nafsu dan penyempurnaan nilai kepribadian lainnya. Ada lagi aspek spiritualitas: puasa untuk peningkatan kecerdasan spiritual, ketaqwaan dan penjernihan hati nurani dalam berdialog dengan al-Khaliq. Semuanya adalah nilai-nilai positif yang terkandung dalam puasa yang selayaknya tidak hanya kita pahami sebagai wacana yang memenuhi intelektualitas kita, namun menuntut implementasi dan penghayatan dalam setiap aspek kehidupan kita.

Yang juga penting dalam menyambut bulan Ramadhan tentunya adalah bagaimana kita merancang langkah strategis dalam mengisinya agar mampu memproduksi nilai-nilai positif dan hikmah yang dikandungnya. Jadi, bukan hanya melulu mikir menu untuk berbuka puasa dan sahur saja. Namun, kita sangat perlu menyusun menu rohani dan ibadah kita. Kalau direnungkan, menu buka dan sahur bahkan sering lebih istemawa (baca: mewah) dibanding dengan makanan keseharian kita. Tentunya, kita harus menyusun menu ibadah di bulan suci ini dengan kualitas yang lebih baik dan daripada hari-hari biasa. Dengan begitu kita benar-benar dapat merayakan kegemilangan bulan kemenangan ini dengan lebih mumpuni.

Ramadhan adalah bulan penyemangat. Bulan yang mengisi kembali baterai jiwa setiap muslim. Ramadhan sebagai 'Shahrul Ibadah' harus kita maknai dengan semangat pengamalan ibadah yang sempurna. Ramadhan sebagai 'Shahrul Fath' (bulan kemenangan) harus kita maknai dengan memenangkan kebaikan atas segala keburukan. Ramadhan sebagai "Shahrul Huda" (bulan petunjuk) harus kita implementasikan dengan semangat mengajak kepada jalan yang benar, kepada ajaran Al-Qur'an dan ajaran Nabi Muhammad Saw. Ramadhan sebagai "Shahrus-Salam" harus kita maknai dengan mempromosikan perdamaian dan keteduhan. Ramadhan sebagai 'Shahrul-Jihad" (bulan perjuangan) harus kita realisasikan dengan perjuangan menentang kedzaliman dan ketidakadilan di muka bumi ini. Ramadhan sebagai "Shahrul Maghfirah" harus kita hiasi dengan meminta dan memberiakan ampunan.

Dengan mempersiapkan dan memprogram aktifitas kita selama bulan Ramadhan ini, insya Allah akan menghasilkan kebahagiaan. Kebahagiaan akan terasa istimewa manakala melalui perjuangan dan jerih payah. Semakin berat dan serius usaha kita meraih kabahagiaan, maka semakin nikmat kebahagiaan itu kita rasakan. Itulah yang dijelaskan dalam sebuah hadist Nabi bahwa orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan.

Pertama yaitu kebahagiaan ketika ia "Ifthar" (berbuka). Ini artinya kebahagiaan yang duniawi, yang didapatkannya ketika terpenuhinya keinginan dan kebutuhan jasmani yang sebelumnya telah dikekangnya, maupun kabahagiaan rohani karena terobatinya kehausan sipritualitas dengan siraman-siraman ritualnya dan amal sholehnya.

Kedua, adalah kebahagiaan ketika bertemu dengan Tuhannya. Inilah kebahagian ukhrawi yang didapatkannya pada saat pertemuannya yang hakiki dengan al-Khaliq. Kebahagiaan yang merupakan puncak dari setiap kebahagiaan yang ada.

Akhirnya, hikmah-hikmah puasa dan keutamaan-keutaman Ramadhan di atas, dapat kita jadikan media untuk bermuhasabah dan menilai kualitas puasa kita. Hikmah-hikmah puasa dan Ramadhan yang sedemikian banyak dan mutidimensional, mengartikan bahwa ibadah puasa juga multidimensional. Begitu banyak aspek-aspek ibadah puasa yang harus diamalkan agar puasa kita benar-benar berkualitas dan mampu menghasilkan nilai-nilai positif yang dikandungnya. Seorang ulama sufi berkata "Puasa yang paling ringan adalah meninggalkan makan dan minum". Ini berarti di sana masih banyak puasa-puasa yang tidak sekedar beroleh dengan jalan makan dan minum selama sehari penuh, melainkan 'puasa' lain yang bersifat batiniah.

Semoga dengan mempersiapkan diri kita secara baik dan merencanakan aktifitas dan ibadah-ibadah dengan ihlas, serta berniat "liwajhillah wa limardlatillah", karena Allah dan karena mencari ridha Allah, kita mendapatkan kedua kebahagiaan tersebut, yaitu "sa'adatud-daarain" kebahagiaan dunia dan akherat. Semoga kita bisa mengisi Ramadhan tidak hanya dengan kuantitas harinya, namun lebih dari pada itu kita juga memperhatikan kualitas puasa kita.

Muhammad Niam

Rabu, 05 Agustus 2009

Keutamaan bulan Sya'ban

Rasulullah saw bersabda:
“…Bulan Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku…”(Mafatihul Jinan, bab 2, Sya’ban)

Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: Ketika bulan Sya’ban tiba Ali Zainal Abidin (sa) mengumpulkan para sahabatnya kemudian berkata: “Wahai sahabat-sahabatku, tahukah kamu bulan apakah ini? Bulan ini adalah bulan Sya’ban, Nabi saw bersabda: ‘Bulan Sya’ban adalah bulanku, berpuasalah kamu di bulan ini karena cinta kepada Nabimu dan mendekatkan diri kepada Tuhanmu’. Aku bersumpah, demi Zat yang diriku dalam kekuasaan-Nya, sungguh aku mendengar ayahku Al-Husein (sa) berkata: ‘Aku mendengar Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib (as) berkata: ‘Barangsiapa yang berpuasa di bulan Sya’ban karena cinta kepada Rasulullah saw dan mendekatkan diri kepada Allah, Dia mendekatkannya pada kemuliaan-Nya pada hari kiamat dan mewajibkan baginya surga’.” (Mafatihul Jinan, bab 2, Sya’ban)

Imam Ali bin Abi Thalib (sa) berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Sya’ban adalah bulanku dan Ramadhan adalah bulan Allah. Barangsiapa yang berpuasa satu hari, maka wajib baginya surga. Barangsiapa yang dua hari, maka ia akan menjadi sahabat para nabi dan shiddiqin pada hari kiamat. Barangsiapa yang berpuasa penuh satu bulan dan bersambung dengan bulan Ramadhan, maka dosa-dosa diampuni, dosa kecil maupun dosa besarnya walaupun ia berasal dari darah haram.”

Hadis ini bersumber dari Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) dari ayahnya dari bapak-bapaknya dari Imam Ali bin Abi Thalib (sa). (Fadhail Al-Asyhur Ats-Tsalatsah: 55)
Rasulullah saw bersabda:
“…Bulan Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku…”(Mafatihul Jinan, bab 2, Sya’ban)

Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: Ketika bulan Sya’ban tiba Ali Zainal Abidin (sa) mengumpulkan para sahabatnya kemudian berkata: “Wahai sahabat-sahabatku, tahukah kamu bulan apakah ini? Bulan ini adalah bulan Sya’ban, Nabi saw bersabda: ‘Bulan Sya’ban adalah bulanku, berpuasalah kamu di bulan ini karena cinta kepada Nabimu dan mendekatkan diri kepada Tuhanmu’. Aku bersumpah, demi Zat yang diriku dalam kekuasaan-Nya, sungguh aku mendengar ayahku Al-Husein (sa) berkata: ‘Aku mendengar Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib (as) berkata: ‘Barangsiapa yang berpuasa di bulan Sya’ban karena cinta kepada Rasulullah saw dan mendekatkan diri kepada Allah, Dia mendekatkannya pada kemuliaan-Nya pada hari kiamat dan mewajibkan baginya surga’.” (Mafatihul Jinan, bab 2, Sya’ban)

Imam Ali bin Abi Thalib (sa) berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Sya’ban adalah bulanku dan Ramadhan adalah bulan Allah. Barangsiapa yang berpuasa satu hari, maka wajib baginya surga. Barangsiapa yang dua hari, maka ia akan menjadi sahabat para nabi dan shiddiqin pada hari kiamat. Barangsiapa yang berpuasa penuh satu bulan dan bersambung dengan bulan Ramadhan, maka dosa-dosa diampuni, dosa kecil maupun dosa besarnya walaupun ia berasal dari darah haram.”

Hadis ini bersumber dari Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) dari ayahnya dari bapak-bapaknya dari Imam Ali bin Abi Thalib (sa). (Fadhail Al-Asyhur Ats-Tsalatsah: 55)

Menyambut Ramadhan(1) Amalan bulan Sya'ban

saudara-saudara seiman !!!
Mari kita sambut bulan Ramadhan yang penuh berkah mulai bulan Sya'ban ini. Kita persiapkan diri kita baik fisik dan rohani untuk bulan yang penuh karunia tersebut.

Mempersiapkan rohani kita adalah dengan mulai mempelajari hal-hal penting yang perlu kita amalkan selama bulan tersebut. Kita buka kembali pelajaran fiqhus-syiyam kita, yaitu fikih berpuasa yang benar dan sesuai ajaran. Kita sadarkan diri dan kesadaran kita akan pentingnya bulan tersebut bagi agama dan keimanan kita.

Secara fisik, kita juga harus mempersiapkan diri di bulan ini dengan melatih diri memperbanyak ibadah dan khususnya puasa. Itulah salah satu hikmah kita dianjurkan memperbanyak puasa pada bulan Sya'ban ini. Dan di bulan Sya'ban ini juga ada malam nisfu sya'ban, yaitu malam pertengahan bulan Sya'ban. Lepas dari kuat tidaknya dalil mengenai amalam pada malam tersebut, namun malam itu bisa kita jadikan waktu pengingat kembali akan persiapan-persiapan kita dalam menyambut bulan Ramadhan yang penuh maghfirah. Berikut ini hadist-hadist seputar keutamaan bulan Sys'ban semoga bisa kita baca dan amalkan:
Dari Aisyah r.a. beliau berkata:"Rasulullah s.a.w. berpuasa hingga kita mengatakan tidak pernah tidak puasa, dan beliau berbuka (tidak puasa) hingga kita mengatakan tidak puasa, tapi aku tidak pernah melihat beliau menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali bulan Ramadhan dan aku tidak pernah melihat beliau memperbanyak puasa selain bulan Ramadhan kecuali pada bulan Sya'ban". (h.r. Bukhari). Beliau juga bersabda:"Kerjakanlah ibadah apa yang engkau mampu, sesungguhnya Allah tidak pernah bosan hingga kalian bosan".

Usamah bin Zaid bertanya kepada Rasulullah s.a.w.:'Wahai Rasulullah, aku tidak pernah melihatmu memperbanyak berpuasa (selain Ramadhan) kecuali pada bulan Sya'ban? Rasulullah s.a.w. menjawab:"Itu bulan dimana manusia banyak melupakannya antara Rajab dan Ramadhan, di bulan itu perbuatan dan amal baik diangkat ke Tuhan semesta alam, maka aku ingin ketika amalku diangkat, aku dalam keadaan puasa". (h.r. Abu Dawud dan Nasa'i).

Dari A'isyah: "Suatu malam rasulullah salat, kemudian beliau bersujud panjang, sehingga aku menyangka bahwa Rasulullah telah diambil, karena curiga maka aku gerakkan telunjuk beliau dan ternyata masih bergerak. Setelah Rasulullah usai salat beliau berkata: "Hai A'isyah engkau tidak dapat bagian?". Lalu aku menjawab: "Tidak ya Rasulullah, aku hanya berfikiran yang tidak-tidak (menyangka Rasulullah telah tiada) karena engkau bersujud begitu lama". Lalu beliau bertanya: "Tahukah engkau, malam apa sekarang ini". "Rasulullah yang lebih tahu", jawabku. "Malam ini adalah malam nisfu Sya'ban, Allah mengawasi hambanya pada malam ini, maka Ia memaafkan mereka yang meminta ampunan, memberi kasih sayang mereka yang meminta kasih sayang dan menyingkirkan orang-orang yang dengki" (H.R. Baihaqi) Menurut perawinya hadis ini mursal (ada rawi yang tidak sambung ke Sahabat), namun cukup kuat.

Dalam hadis Ali, Rasulullah bersabda: "Malam nisfu Sya'ban, maka hidupkanlah dengan salat dan puasalah pada siang harinya, sesungguhnya Allah turun ke langit dunia pada malam itu, lalu Allah bersabda: "Orang yang meminta ampunan akan Aku ampuni, orang yang meminta rizqi akan Aku beri dia rizqi, orang-orang yang mendapatkan cobaan maka aku bebaskan, hingga fajar menyingsing." (H.R. Ibnu Majah dengan sanad lemah).

Ulama berpendapat bahwa hadis lemah dapat digunakan untuk Fadlail A'mal (keutamaan amal). Walaupun hadis-hadis tersebut tidak sahih, namun melihat dari hadis-hadis lain yang menunjukkan kautamaan bulan Sya'ban, dapat diambil kesimpulan bahwa malam Nisfu Sya'ban jelas mempunyai keuatamana dibandingkan dengan malam-malam lainnya.

Bagaimana merayakan malam Nisfu Sya'ban? Adalah dengan memperbanyak ibadah dan salat malam dan dengan puasa. Adapun meramaikan malam Nisfu Sya'ban dengan berlebih-lebihan seperti dengan salat malam berjamaah, Rasulullah tidak pernah melakukannya. Sebagian umat Islam juga mengenang malam ini sebagai malam diubahnya kiblat dari masjidil Aqsa ke arah Ka'bah.

Jadi sangat dianjurkan untuk meramaikan malam Nisfu Sya'ban dengan cara memperbanyak ibadah, salat, zikir membaca al-Qur'an, berdo'a dan amal-amal salih lainnya. Wallahu a'lam
http://www.pesantrenvirtual.com

Sabtu, 18 Juli 2009

Rahasia Silaturahmi

Silaturahmi adalah kunci terbukanya rahmat dan pertolongan Allah SWT. Dengan terhubungnya silaturahmi, maka ukhuwah Islamiyah akan terjalin dengan baik. Bagaimana pun besarnya umat Islam secara kuantitatif, sama sekali tidak ada artinya bila di dalamnya tidak ada persatuan dan kerja sama untuk taat kepada Allah....

----------

Tahukah kalian tentang sesuatu yang paling cepat mendatangkan kebaikan ataupun keburukan? "Sesuatu yang paling cepat mendatangkan kebaikan adalah pahala orang yang berbuat kebaikan dan menghubungkan tali silaturahmi, sedangkan yang paling cepat mendatangkan keburukan ialah siksaan bagi orang yang berbuat jahat dan yang memutuskan tali persaudaraan" (HR. Ibnu
Majah).

Silaturahmi tidak sekedar bersentuhan tangan atau memohon maaf belaka. Ada sesuatu yang lebih hakiki dari itu semua, yaitu aspek mental dan keluasan hati. Hal ini sesuai dengan asal kata dari silaturahmi itu sendiri, yaitu shilat atau washl, yang berarti menyambungkan atau menghimpun, dan ar-rahiim yang berarti kasih sayang. Makna menyambungkan menunjukkan sebuah proses aktif dari sesuatu yang asalnya tidak tersambung. Menghimpun biasanya mengandung makna sesuatu yang tercerai-berai dan berantakan, menjadi sesuatu yang bersatu dan utuh kembali. Tentang hal ini Rasulullah SAW bersabda, "Yang disebut bersilaturahmi itu bukanlah seseorang yang membalas kunjungan atau pemberian, melainkan bersilaturahmi itu ialah menyambungkan apa yang telah putus" (HR. Bukhari).

Kalau orang lain mengunjungi kita dan kita balas mengunjunginya, ini tidak memerlukan kekuatan mental yang tinggi. Boleh jadi kita melakukannya karena merasa malu atau berhutang budi kepada orang tersebut. Namun, bila ada orang yang tidak pernah bersilaturahmi kepada kita, lalu dengan sengaja kita mengunjunginya walau harus menempuh jarak yang jauh dan melelahkan, maka
inilah yang disebut silaturahmi. Apalagi kalau kita bersilaturahmi kepada orang yang membenci kita, seseorang yang sangat menghindari pertemuan dengan kita, lalu kita mengupayakan diri untuk bertemu dengannya. Inilah silaturahmi yang sebenarnya.

Rasulullah SAW pernah memberikan nasihat kepada para sahabat, "Hendaklah kalian mengharapkan kemuliaan dari Allah". Para sahabat pun bertanya, "Apakah yang dimaksud itu, ya Rasulullah?" Beliau kemudian bersabda lagi, "Hendaklah kalian suka menghubungkan tali silaturahmi kepada orang yang telah memutuskannya, memberi sesuatu (hadiah) kepada orang yang tidak
pernah memberi sesuatu kepada kalian, dan hendaklah kalian bersabar (jangan lekas marah) kepada orang yang menganggap kalian bodoh" (HR. Hakim).

Dalam hadis lain dikisahkan pula, "Maukah kalian aku tunjukkan amal yang lebih besar pahalanya daripada shalat dan shaum?" tanya Rasulullah SAW kepada para sahabat. "Tentu saja," jawab mereka. Beliau kemudian menjelaskan, "Engkau damaikan yang bertengkar, menyembungkan persaudaraan yang terputus, mempertemukan kembali saudara-saudara yang terpisah, menjembatani berbagai kelompok dalam Islam, dan mengukuhkan tali persaudaraan di antara mereka adalah amal shalih yang besar pahalanya.
Barangsiapa yang ingin dipanjangkan umurnya dan diluaskan rezekinya, hendaklah ia menyambungkan tali silaturahmi" (HR. Bukhari Muslim).

* * *

Sahabat, bagaimana mungkin hidup kita akan tenang kalau di dalam hati masih tersimpan kebenciaan dan rasa permusuhan kepada sesama muslim. Perhatikan keluarga kita, kaum yang paling kecil di masyarakat. Bila di dalamnya ada beberapa orang saja yang sudah tidak saling tegur sapa, saling menjauhi, apalagi kalau di belakang sudah saling menohok, menggunjing, dan memfitnah,
maka rahmat Allah akan dijauhkan dari rumah tersebut. Dalam skala yang lebih luas, dalam lingkup sebuah negara, bila di dalamnya sudah ada kelompok yang saling jegal, saling fitnah, atau saling menjatuhkan, maka dikhawatirkan bahwa bangsa dan negara tersebut akan terputus dari rahmat dan pertolongan Allah SWT.

Silaturahmi adalah kunci terbukanya rahmat dan pertolongan Allah SWT. Dengan terhubungnya silaturahmi, maka ukhuwah Islamiyah akan terjalin dengan baik. Bagaimana pun besarnya umat Islam secara kuantitatif, sama sekali tidak ada artinya bila di dalamnya tidak ada persatuan dan kerja sama untuk taat kepada Allah. Sebagai umat yang besar, kaum muslim memang diwajibkan ada yang terjun di bidang politik, ekonomi, hukum, dsb, karena tanpa itu kita akan dipermainkan dan kepentingan kita tidak ternaungi secara legal di dalam kehidupan bermasyarakat. Namun demikian, berbagai kelompok yang ada harus dijadikan sarana berkompetisi untuk mencapai satu tujuan mulia, tidak saling menghancurkan dan berperang, bahkan lebih senang berkoalisi dengan pihak lain. Sebagai umat yang taat, kita berkewajiban untuk mendukung segala kegiatan yang menyatukan langkah berbagai kelompok kaum muslimin dan mempererat tali persaudaraan diantara kita semua. Wallahu 'alam...

(diambil dari tausiah Aa Gym, www.republika.co.id)

Kamis, 16 Juli 2009

Presiksi Kabinet Indoensia Bersatu 2009-2014

Presiden : Susilo Bambang Yudoyono
Wapres : Budiono

Menko Polhukam : Joko Suyanto
Menko Ekonomi : Raden Pardede
Menko Kesra : Hidayat Nur Wahid

Mendagri : Sutanto
Menlu : Marty Natalegawa
Wakil : Dino Pati Jalal
Menhan : Anis Baswedan
Menhukam : Jimly Ashidiqy
Menkeu : Aviliani
Mendiknas : Irwan Prayitno
Menpan : Anton Apriantono
Menhut : Zulkifli Hasan
Mendag : Marie A. Pangestu
Menind : Rachmat Gobel
Menikanlaut : Adhiyaksa Dault
Menkofinfo : Tifatul Sembiring
Menhub : Muhaimin Iskandar
Men PU : Erna Witular
Mensos : Salim Segaf
Menag : Suryadarma Ali
MenSDM : Hatta Rajasa
Menakertrans : Taufiq Efendi


Menegpan : Marzuki Ali
Menegpora : Anas Urbaningrum
Menegpera : Ms Kaban
Menegbudpar : Jero wacik
Menegpemper : Meutia Hatta
Menegperanak : Nursyahbadi S
Meneglinghidup : Suswono
Mensekneg : Sudi Silalahi
Meneg BPPN : Anggito Abimanyu
Menegperdargal : Lukman Edi
Menegkop UKM : Lukman H. Saefudin
Menegsekab : Andi Malarangeng

Rabu, 15 Juli 2009

Andra & The Backbone Sempurna

kau begitu sempurna
di mataku kau begitu indah
kau membuat diriku
akan selalu memujamu

di setiap langkahku
ku kan selalu memikirkan dirimu
tak bisa ku bayangkan
hidupku tanpa cintamu

* janganlah kau tinggalkan diriku
takkan mampu menghadapi semua
hanya bersamamu ku akan bisa

reff:
kau adalah darahku
kau adalah jantungku
kau adalah hidupku
lengkapi diriku
oh Tuhanku kau begitu
sempurna, sempurna

kau genggam tanganku
saat diriku lemah dan terjatuh
kau bisikkan kata
dan hapus semua dosaku

D’Masiv – Jangan Menyerah

tak ada manusia
yang terlahir sempurna
jangan kau sesali
segala yang telah terjadi

kita pasti pernah
dapatkan cobaan yang berat
seakan hidup ini
tak ada artinya lagi

reff1:
syukuri apa yang ada
hidup adalah anugerah
tetap jalani hidup ini
melakukan yang terbaik

tak ada manusia
yang terlahir sempurna
jangan kau sesali
segala yang telah terjadi

reff2:
Tuhan pasti kan menunjukkan
kebesaran dan kuasanya
bagi hambanya yang sabar
dan tak kenal putus asa

Bagaimana Seorang Muslim Berfikir

(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia.
Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka."
(QS. Ali 'Imran, 3:191)

Pendahuluan

Pernahkah anda memikirkan bahwa anda tidak ada sebelum dilahirkan ke dunia ini; dan anda telah diciptakan dari sebuah ketiadaan?

Pernahkan anda berpikir bagaimana bunga yang setiap hari anda lihat di ruang tamu, yang tumbuh dari tanah yang hitam, ternyata memiliki bau yang harum serta berwarna-warni?

Pernahkan anda memikirkan seekor nyamuk, yang sangat mengganggu ketika terbang mengitari anda, mengepakkan sayapnya dengan kecepatan yang sedemikian tinggi sehingga kita tidak mampu melihatnya?

Pernahkan anda berpikir bahwa lapisan luar dari buah-buahan seperti pisang, semangka, melon dan jeruk berfungsi sebagai pembungkus yang sangat berkualitas, yang membungkus daging buahnya sedemikian rupa sehingga rasa dan keharumannya tetap terjaga?

Pernahkan anda berpikir bahwa gempa bumi mungkin saja datang secara tiba-tiba ketika anda sedang tidur, yang menghancur luluhkan rumah, kantor dan kota anda hingga rata dengan tanah sehingga dalam tempo beberapa detik saja anda pun kehilangan segala sesuatu yang anda miliki di dunia ini?

Pernahkan anda berpikir bahwa kehidupan anda berlalu dengan sangat cepat, anda pun menjadi semakin tua dan lemah, dan lambat laun kehilangan ketampanan atau kecantikan, kesehatan dan kekuatan anda?

Pernahkan anda memikirkan bahwa suatu hari nanti, malaikat maut yang diutus oleh Allah akan datang menjemput untuk membawa anda meninggalkan dunia ini?

Jika demikian, pernahkan anda berpikir mengapa manusia demikian terbelenggu oleh kehidupan dunia yang sebentar lagi akan mereka tinggalkan dan yang seharusnya mereka jadikan sebagai tempat untuk bekerja keras dalam meraih kebahagiaan hidup di akhirat?

Manusia adalah makhluk yang dilengkapi Allah sarana berpikir. Namun sayang, kebanyakan mereka tidak menggunakan sarana yang teramat penting ini sebagaimana mestinya. Bahkan pada kenyataannya sebagian manusia hampir tidak pernah berpikir.

Sebenarnya, setiap orang memiliki tingkat kemampuan berpikir yang seringkali ia sendiri tidak menyadarinya. Ketika mulai menggunakan kemampuan berpikir tersebut, fakta-fakta yang sampai sekarang tidak mampu diketahuinya, lambat-laun mulai terbuka di hadapannya. Semakin dalam ia berpikir, semakin bertambahlah kemampuan berpikirnya dan hal ini mungkin sekali berlaku bagi setiap orang. Harus disadari bahwa tiap orang mempunyai kebutuhan untuk berpikir serta menggunakan akalnya semaksimal mungkin.

Buku ini ditulis dengan tujuan mengajak manusia "berpikir sebagaimana mestinya" dan mengarahkan mereka untuk "berpikir sebagaimana mestinya". Seseorang yang tidak berpikir berada sangat jauh dari kebenaran dan menjalani sebuah kehidupan yang penuh kepalsuan dan kesesatan. Akibatnya ia tidak akan mengetahui tujuan penciptaan alam, dan arti keberadaan dirinya di dunia. Padahal, Allah telah menciptakan segala sesuatu untuk sebuah tujuan sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur'an:

Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dengan bermain-main. Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan haq, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui." (QS. Ad-Dukhaan, 44: 38-39)

Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? (QS. Al-Mu'minuun, 23:115)

Oleh karena itu, yang paling pertama kali wajib untuk dipikirkan secara mendalam oleh setiap orang ialah tujuan dari penciptaan dirinya, baru kemudian segala sesuatu yang ia lihat di alam sekitar serta segala kejadian atau peristiwa yang ia jumpai selama hidupnya. Manusia yang tidak memikirkan hal ini, hanya akan mengetahui kenyataan-kenyataan tersebut setelah ia mati. Yakni ketika ia mempertanggung jawabkan segala amal perbuatannya di hadapan Allah; namun sayang sudah terlambat. Allah berfirman dalam Al-Qur'an bahwa pada hari penghisaban, tiap manusia akan berpikir dan menyaksikan kebenaran atau kenyataan tersebut:

Dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahannam; dan pada hari itu ingatlah manusia akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya. Dia mengatakan, "Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini." (QS. Al-Fajr, 89:23-24)

Padahal Allah telah memberikan kita kesempatan hidup di dunia. Berpikir atau merenung untuk kemudian mengambil kesimpulan atau pelajaran-pelajaran dari apa yang kita renungkan untuk memahami kebenaran, akan menghasilkan sesuatu yang bernilai bagi kehidupan di akhirat kelak. Dengan alasan inilah, Allah mewajibkan seluruh manusia, melalui para Nabi dan Kitab-kitab-Nya, untuk memikirkan dan merenungkan penciptaan diri mereka sendiri dan jagad raya:

Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka?, Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan tujuan yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya." (QS. Ar-Ruum, 30: 8)

Bisakah Saya Kreatif?

Kreatif, barang kali menjadi keinginan semua orang untuk kreatif tetapi apakah setiap manusia mempunyai kreatif dalam menemukan sesuatu yang baru karena pada kenyataanya sangat sedikit sekali orang yang dapat berfikir kreatif. Termasuk saya sendiri kadang sulin sekali untuk menemukan hal-yang baru. trims.

Ada dua penyebab umum dalam masalah mengapa orang merasa tidak kreatif. Yang pertama karena dia tidak merasa kreatif, ini adalah masalah mental. Biasanya dia sudah membatasi dirinya untuk kreatif. Yang kedua kurang menguasai masalah teknik. Namun yang lebih penting dari teknik ialah masalah mental.

Memang diperlukan serangkaian latihan yang bisa Anda lakukan untuk membina mental atau mindset dan juga teknik-teknik untuk menghasilkan ide. Saat saya memberikan pelatihan atau workshop saya sering menyelipkan latihan kreativitas. Kebanyakan peserta tercengang dan baru sadar kalau sebenarnya dia bisa kreatif tetapi selama ini hanya menutup diri.


http://www.motivasi-islami.com/konsultasi/bisakah-saya-kreatif/

Rabu, 08 Juli 2009

Tausyiah Jagalah Allah, Pasti Engkau Menang!

Dari Abul-�Abbas �Abdullah Bin �Abbas �-semoga Allah meridoinya- ia mengatakan, �Aku berada di belakang Rasulullah saw. Beliau mengatakan, �Nak, Jagalah Allah niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah niscaya engkau akan dapati Dia ada di hadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah; dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Dan ketahuilah bahwa jika seluruh umat berhimpun untuk memberikan manfaat (keselamatan) kepadamu, niscaya mereka tidak dapat melakukannya selain apa yang sudah Allah tetapkan untukmu.

Dan seandainya seluruh umat berhimpun untuk menecelakakanmu, niscaya mereka tidak dapat melakukannya kecuali kecelakaan yang memang sudah Allah tetapkan untukmu. Telah diangkat pena dan telah kering lembaran-lembaran.� (diriwayatkan oleh At-Tirmidzi. Dan dalam riwayat selaian dari At-Tirmidzi, Rasulullah saw. bersabda, �Jagalah Allah niscaya kamu akan mendapati-Nya di depanmu; kenalilah Allah pada saat mendapat kemudahan, niscaya Dia akan mengenalmu saat kamu mendapat kesulitan. Ketahuilah bahwa apa yang bukan jatahmu tidak akan mengenaimu dan apa yang menjadi jatahmu tidak akan salah sasaran. Ketahuilah bahwa pertolongan Allah bersama kesabaran; kelapangan ada bersama kesempitan; dan kemudahan ada bersama kesulitan.� (Al-Hakim dan Ahmad)

Kemenangan Islam dan dakwah islamiyyah adalah dambaan para pejuang di jalan Allah. Salah satu bentuk kemenangan itu adalah manakala nilai-nilai ilahiyyah mendapat tempat dalam kehidupan manusia, baik dalam urusan pribadi, keluarga, masyarakat, negara, ekonomi, politik, maupun urusan lainnya. Nilai-nilai ilahiyyah yang dimaksud tentu bukan saja perilaku-perilaku saleh individual akan tetapi juga kesalehan yang berdaya guna semisal keadilan, kejujuran, dan keberpihakan kepada kebenaran apa pun risikonya.
Untuk mencapai kemenangan itu tentu saja setiap Muslim harus berusaha secara optimal dalam batas-batas kemampuan manusiawi. Usaha optimal untuk mencapai kemenangan itu dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, evaluasi, dan seterusnya. Akan tetapi tetapi harus dipahami bahwa segala upaya sehebat apa pun yang dilakukan manusia bisa tidak punya makna sama sekali manakala tidak memdapat perkenana Allah swt. Dan sebaliknya betapapun serba terbatasnya kaum Muslimin �dalam hal material dan kuantitas personal� dalam upaya menegakkan kebenaran dan keadilan, jika Allah berkehendak untuk mengaruniakan kemenangan, tak satu kekuatan pun dapat menghalanginya.

Persoalannya adalah, apakah kita termasuk orang yang layak mendapat pertolongan Allah itu? Tentu ada prasyarat pertolongan Allah turun kepada kita. Nah, hadits di atas sarat dengan pesan-pesan luhur yang akan mengantarkan manusia mencapai kemenangan yang didambakan itu. Sampai-sampai sebagian ulama mengatakan, �Saya merenungi hadits ini dan saya benar-benar terperangah dengannya. Amat disesalkan bila ada yang tidak memahami makna hadits itu.�
Ihfazhillah, jagalah Allah! Menjaga Allah, kata Abul-Faraj Al-Hambali dalam kitabnya Jami�ul-�Ulumi Wal-Hikam, adalah menjaga aturan-aturan, hak-hak, perintah-perintah, dan larangan-larangan Allah swt. Tentu saja hal itu dilakukan dengan cara melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Jika seseorang melakukannya, maka ia termasuk orang-orang yang menjaga aturan-aturan Allah seperti yang disebutkan dalam ayat-Nya: �Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) pada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya). (Yaitu) orang yang takut kepada Rabb Yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertaubat.� (QS. 50: 32-33)
Kata �Hafizh� (memelihara) yang tercantum pada ayat di atas ditafsirkan dengan �menjaga (melaksanakan) perintah-perintah Allah dan menjaga diri dari dosa-dosa dan selalu bersegera untuk bertaubat jika melakukan kesalahan-kesalahan.�

Di antara perintah-perintah agung yang harus dijaga oleh setiap Muslim adalah:

1. Shalat.
Secara eksplisit Allah swt. memerintahkan kita menjaga shalat. Firman-Nya: �Peliharalah segala shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu.� (QS. 2:238)
Dalam ayat lain Allah memuji orang-orang yang memelihara shalat. Firman-Nya: �Dan orang-orang yang memelihara shalatnya.� (QS. 23:9)

Semakin banyak aktivitas, semakin berat beban perjuangan, semakin besar target yang ingin kita capai, seharusnya semakin membuat kita dekat dengan Allah. Dan momentum di mana seorang hamba sangat dekat dengan Allah adalah saat ia bersujud. �Keadaan yang paling dekat antara hamba dengan Rabbnya adalah saat di sujud. Maka perbanyaklah doa di kala sujud itu,� demikian sabda Rasulullah saw. dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim.

Jadi, sangat ironis bila semakin banyak kegiatan malah semakin terlalaikan shalat; dan lebih celakalah lagi bila shalat itu dilalaikan justru dengan alasan kesibukan. Tidak akan ada barokah dari aktivitas yang melalaikan shalat. Apa pun alasannya. Termasuk dengan alasan bahwa yang penting adalah shalat aktivitas. Yang dimaksud dengan shalat aktivitas adalah kegiatan yang diklaim sebagai perjuangan menegakkan kebenaran. Itu saja dianggap cukup sekalipun meninggalkan shalat. Pasti perjuangan itu bukan di jalan Allah melainkan di jalan thaghut.

2. Janji atau sumpah.
Integritas dan kredibelitas seseorang dapat dilihat, antara lain, dari tingkat komitmennya terhadap sumpah dan janji. Makanya Allah swt. memesankan agar orang beriman berpegang teguh kepada janji atau sumpah yang dibuatnya. Firman-Nya: �Dan peliharalah sumpah-sumpah kalian.� (QS. 5:89)
�Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.� (QS. 16:91)

Lebih berat lagi bobot janji itu apabila pelanggarannya dapat menyebabkan kesengsaraan orang banyak. Misalnya janji atau sumpah jabatan. Atau janji yang dibuat untuk menarik dan merekrut orang agar mendukung dirinya dan berpihak kepadanya.

3. Kepala dan Perut.
Dan di antara hal yang wajib dijaga adalah kepala dan perut. Rasulullah saw. bersabda, �Malu yang sebenarnya kepada Allah adalah engkau menjaga kepala dengan segala yang termuat di dalamnya dan menjaga rongga perut dengan segala yang di kandung di dalamnya.� (Ahmad, At-Tirmidzi, Al-Bazzar)

Menjaga kepala dengan segala yang termuat di dalamnya di antaranya dengan menjaga pendengaran, penglihatan, lidah dari hal-hal yang diharamkan. Dan menjaga rongga perut adalah dengan menjaga hati dari segala penyakit hati.

Penjagaan Allah

Penjagaan Allah kepada hambanya menyangkut dua hal: pertama, kemaslahatan duniawi seperti penjagaan fisik, anak, keluarga, harta. Ini seperti yang Allah firmankan, �Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.� (QS. 13:11)
Ini terjadi misalnya pada Safinah maula (sahaya yang dimerdekakan oleh) Nabi saw. Saat perahu yang dinaikinya pecah ia terdampar di sebuah pulau. Di hutan ia bertemu dengan seekor singa. Ternyata singa itu memberi petunjuk jalan. Setelah itu sang singa pergi.

Kedua, dan ini yang paling penting, penjagaan dalam urusan agama, keimanan, dan akhlak. Allah menjaga para hambanya hingga mereka bisa menghindari perkara-perkara yang merusak iman dan akhlak, hingga mereka meninggal dunia dalam keadaan iman. Betapa saat-saat ini kita membutuhkan pemeliharaan iman.

Kesejatian cita-cita untuk menegakkan keadilan dan mewujudkan kesejahteraan dengan berbagai upaya harus dibuktikan dengan sikap sejati dalam melakukan pendekatan kepada Allah. Dan kejujuran menegakkan syari�at Islam harus dibuktikan dengan kejujuran melaksanakannya baik dalam diri pribadi, keluarga, masyarakat, dan dalam segala peran yang diembannya. Allahu a�lam.


sumber: dakwatuna.com

Tausyiah Andai aku seperti sirup

Tak ada yang lebih gusar melebihi makhluk Allah yang bernama gula pasir. Pemanis alami dari olahan tumbuhan tebu ini membandingkan dirinya dengan makhluk sejenisnya yang bernama sirup.

Masalahnya sederhana. Gula pasir merasa kalau selama ini dirinya tidak dihargai manusia. Dimanfaatkan, tapi dilupakan begitu saja. Walau ia sudah mengorbankan diri untuk memaniskan teh panas, tapi manusia tidak menyebut-nyebut dirinya dalam campuran teh dan gula itu. Manusia cuma menyebut, "Ini teh manis." Bukan teh gula. Apalagi teh gula pasir.

Begitu pun ketika gula pasir dicampur dengan kopi panas. Tak ada yang mengatakan campuran itu dengan �kopi gula pasir�. Melainkan, kopi manis. Hal yang sama ia alami ketika dirinya dicampur berbagai adonan kue dan roti.
Gula pasir merasa kalau dirinya cuma dibutuhkan, tapi kemudian dilupakan. Ia cuma disebut manakala manusia butuh. Setelah itu, tak ada penghargaan sedikit pun. Tak ada yang menghargai pengorbanannya, kesetiaannya, dan perannya yang begitu besar sehingga sesuatu menjadi manis. Berbeda sekali dengan sirup.

Dari segi eksistensi, sirup tidak hilang ketika bercampur. Warnanya masih terlihat. Manusia pun mengatakan, "Ini es sirup." Bukan es manis. Bahkan tidak jarang sebutan diikuti dengan jatidiri yang lebih lengkap, "Es sirup mangga, es sirup lemon, kokopandan," dan seterusnya.
Gula pasir pun akhirnya bilang ke sirup, "Andai aku seperti kamu."

Sosok gula pasir dan sirup merupakan pelajaran tersendiri buat mereka yang giat berbuat banyak untuk umat. Sadar atau tidak, kadang ada keinginan untuk diakui, dihargai, bahkan disebut-sebut namanya sebagai yang paling berjasa. Persis seperti yang disuarakan gula pasir. Kalau saja gula pasir paham bahwa sebuah kebaikan kian bermutu ketika tetap tersembunyi. Kalau saja gula pasir sadar bahwa setinggi apa pun sirup dihargai, toh asalnya juga dari gula pasir.
Kalau saja gula pasir mengerti bahwa sirup terbaik justru yang berasal dari gula pasir asli. Kalau saja para penggiat kebaikan memahami kekeliruan gula pasir, tidak akan ada ungkapan, "Andai aku seperti sirup!"

�wallahu�alam�

Sumber : http://beranda.blogsome.com/2008/11/10/andai-aku-seperti-sirup/

Tausyiah Kekuatan Fitrah Menghadapi Ujian

Oleh : DR. M. Hidayat Nur Wahid, MA
Kita yakin bahwa Islam adalah agama yang diridhai Allah dan agama rahmat bagi seluruh alam, bukan agama yang membawa kerusakan kepada manusia. Islam adalah agama yang menjadi solusi dan bukan sesuatu yang membawa destruksi. Namun, memperhatikan berbagai perkembangan negatif yang menimpa umat Islam, seperti krisis multi dimensional dan tuduhan terorisme, peran umat Islam semakin ditantang untuk kembali hadir dengan cara-cara yang sesuai dengan syariat Islam rahmatan lil �alamin.

Persoalan krisis krusial ini tidak dapat dihadapi dengan sikap acuh tak acuh atau kepanikan dan keputusasaan. Mari kita berkaca kepada sejarah perjuangan Nabi Muhammad Saw yang telah menghadapi dan mampu mengatasi kondisi-kondisi yang lebih kritis dalam waktu yang panjang dan melelahkan. Sejarah mencatat penderitaan besar yang dialami Rasulullah Saw selama beliau berdakwah di Mekkah, antara lain dalam bentuk teror dan boikot terhadap kaum muslimin oleh orang-orang kafir Quraisy selama tiga tahun.

Bahkan dipenghujung pemboikotan itu, dua pembela utama Rasulullah Saw, yaitu istri tercinta beliau Khadijah Ra wafat, lalu disusul oleh paman beliau Abu Thalib. Arahan-arahan Allah Swt dalam menghadapi dan mengatasi kondisi seperti ini telah jelas dinyatakan dalam Al-Qur�an, �Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik (hajran jamiila)� (QS Al-Muzammil : 10). Ada beberapa bentuk kesabaran yang diperlihatkan Rasulullah Saw dan kaum muslimin pada saat itu yang patut kita renungkan untuk menghadapi kondisi saat ini.

Pertama, keteguhan mengusung cita-cita dakwah. Meskipun pemboikotan itu demikian dahsyatnya, Rasulullah Saw dan kaum muslimin tetap bertahan pada cita-cita menegakkan kalimat Ilahi. Jika saja Rasulullah Saw seorang pemimpin yang lemah pastilah ia telah menyerah, tunduk dan patuh kepada kemauan dan teror kaum kafir Quraisy. Firman Allah Swt �Sekali-kali jangan. jangan kamu taat kepada orang-orang kafir itu. Bersujudlah dan mendekatlah (kepada Allah)� (QS Al Alaq: 19) Dalam konteks kekinian, salah satu masalah besar yang akan berdampak serius adalah manakala umat Islam kehilangan orientasi ketika menghadapi problematika perjuangan. Sehingga mereka rela menjual agamanya, harkat dan kedaulatannya yang justru hasilnya adalah semakin menjadikan umat Islam terperosok dalam kehancuran. Karenanya, umat Islam tidak boleh kehilangan orientasi untuk terus melanjutkan dakwahnya, beramar ma�ruf dengan cara yang ma�ruf dan ber-nahimunkar tidak dengan cara-cara yang munkar dengan merujuk kepada tujuan Rasulullah saw.

Bentuk kesabaran kedua adalah tetap menjaga ukhuwah di kalangan umat dan solidaritas sosial dikalangan pendukungnya. Rasulullah Saw dan kaum muslimin senantiasa mengokohkan persatuan dan solidaritas sosial diantara mereka. Dengan mengokohkan solidaritas sosial, kesengsaraan tidak akan menjadi sumber perpecahan lantaran tumbuhnya sikap saling menyalahkan. Termasuk kekompakan yang dijaga Rasulullah Saw adalah hubungan beliau dengan paman beliau Abu Thalib dan Abbas yang sekalipun belum menganut agama Islam, tetapi mereka terus menerus membela Nabi Muhammad Saw. Soliditas dan solidaritas inilah yang mampu membentengi kaum muslimin dari berbagai provokasi yang dapat melemahkan sikap dan perjuangan mereka. �Berpeganglah kamu semua pada tali Allah dan janganlah kamu berpecah belah� (QS Ali Imran: 102). Dalam konteks kekinian, sesuatu yang disesalkan apabila dalam kondisi yang demikian kritis, umat Islam di Indonesia terjebak pada skenario teror dan poltik belah bambu yang dimainkan oleh pihak-pihak yang tidak suka dengan kontribusi umat Islam bagi kemajuan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Karenanya, sikap Rasulullah di atas tetap layak untuk kita renungkan, sehingga selalu terdorong untuk tetap menjaga ukhuwah dan kerjasama diantara sesama umat Islam dan bahkan diantara keseluruhan anak bangsa Indonesia yang memiliki cita-cita memajukan bangsa ini. Karenanya, adanya perbedaan dalam bidang furu� fiqhiyah, hendaknya tidak disikapi dengan cara melanggar salah satu kaidah utama dalam Islam, yaitu menjaga ukhuwah Islamiyah, sehingga perbedaan semacam ini tidak menjadi faktor yang memecah belah umat yang jelas-jelas dilarang oleh Al-Quran dan sangat disukai oleh syaitan.

Bentuk kesabaran ketiga adalah terus melakukan inovasi perjuangan dakwah. Selama pemboikotan berlangsung, dakwah Islam tetap dilakukan oleh Rasulullah Saw dan para sahabatnya, sebagai bukti tidak matinya semangat dan cita-cita kaum muslimin. Para sahabat tetap gencar mendatangi rombongan para tamu keagamaan yang datang dari Mekkah dan menyampaikan pesan-pesan Islam kepada mereka. Kegiatan ini tidaklah mudah, karena setiap saat orang-orang Quraisy mencegah mereka dengan propaganda-propaganda penuh kebohongan. Bahkan Abu Lahab selalu berada di belakang Rasulullah Saw ketika beliau sedang menemui pimpinan kabilah-kabilah untuk menyampaikan dakwah Islam. Saat itu Abu Lahab selalu mengcounter dakwah beliau dengan mangatakan bahwa Rasulullah Saw telah berbohong dan menyampaikan ajaran yang tidak benar.

Kegigihan yang diperlihatkan oleh Rasulullah Saw dan kaum muslimin menandakan bahwa sebesar apapun rintangan yang dihadapi maka ikhtiar untuk mencari jalan keluar bagi pemecahan masalah-masalah dakwah tidaklah terhenti. �Dan sesungguhnya orang-orang yang bersungguh-sungguh di jalan Kami pasti akan kami tunjukan jalan-jalan Kami. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang berbuat baik.� (QS Al-Ankabut: 69). Dalam konteks kekinian, dengan masalah yang datang bertubu-tubi terhadap umat Islam dan bangsa Indonesia cenderug memunculkan sikap apatisme dan ketidakpedulian terhadap nasib sesama umat.

Masing-masing cenderung menyelamatkan diri sendiri dan tidak peduli dengan nasib orang lain, dengan mengikuti pola-pola solusi baku yang dimilikinya. Rasulullah Saw sebagaimana kisah yang ditampilkan di atas membuktikan bahwa justru dengan terus melakukan inovasi yang kontrukstif, krisis akan dapat ditanggulangi. Oleh karena itu keberanian, sikap inovasi dan kreatifitas harus diwujudkan dalam jiwa setiap pemimpin dan umat Islam, bukan jiwa yang beku, menyerah dan tergesa-gesa untuk mendapatkan hasil yang akan menyebabkan kita menjadi bebek, menjadi kolaborator musuh-musuh bangsa dan akhirnya menjadi kuli di negeri sendiri. Bentuk kesabaran yang keempat adalah senantiasa menjadikan doa dan tawakal sebagai benteng penjaga eksisitensi umat.

Diantara sikap dan ajaran yang diperintahkan Allah dan dilaksanakan oleh Rasulullah Saw dan kaum muslimin adalah sikap berdoa memohon pertolongan Allah, Dzat Yang Maha Kaya, Maha Kuasa dan Maha Bijaksana,serta sepenuhnya bertawakal diri (berserah diri) atas ketentuan terbaik yang kaan didapatkan mereka dari Allah Swt. Inilah yang dilakukan Rasulullah Saw dan kaum muslimin dalam berbagai peristiwa penindasan yang dialami mereka, termasuk dalam masa pemboikotan yang memakan waktu tiga tahun itu. Dalam konteks kekinian, seringkali karena kekalutan yang demikian akut sseorang atas sekelompok orang tidak lagi merasa penting berdoa dan berserah diri kepada Allah.

Tetapi dalam upaya mencari solusi krisis yang menimpa dirinya, ia justru meminta tolong dan berserah diri kepada selain Allah, yang justru semakin menghisabnya ke dalam pusaran krisis yang tidak berujung. Hendaknya kaum muslimin Indonesia menyadari bahwa Allah adalah Zat Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, sehingga kita tidak hanya mengandalkan ikhtiyar-ikhtiyar kemanusiaan dan melupakan peran Allah Swt sebagai penentu. Rasulullah Saw seorang tokoh yang telah sukses mengantarkan umatnya keluar krisis itulah yang justru mengajarkan tentang pentingnya sikap berdoa dan bertawakal yang menandakan akan adanya sikap tawadhu, tahu diri dan penuh harapan kepada Zat Yang Maha Segala-galanya, yaitu Allah Swt. Sekali lagi umat Islam Indonesia harus percaya diri dengan panduan Al-Qur�an dan As-Sunnah yang mereka miliki.

Apalagi kita baru saja menyelesaikan ibadah puasa satu bulan lamanya, dimana di dalamnya kita biasakan untuk menginternalisasi secara efektif terhadap prinsip-pinsip kesabaran di atas. Kesadaran peran itu juga ditempa melalui berbagai akfitas kepedulian sosial termasuk dalam bentuk membayar zakat, sedekah, memakmurkan masjid, dan interaksi intensif dengan Al-Qur�an. Inilah kondisi fitrah yang merupakan jati diri setiap umat Islam. Ia mungkin terkotori oleh berbagai sikap menyimpang, akan tetapi interaksi intensif dengan aktifitas satu bulan Ramadhan itulah yang kiranya mengembalikan kita kepada fitrah. Fitrah yang begitu kokoh untuk kita jadikan sebagai pijakan penting untuk memberi kontribusi dan amal soleh bagi solusi problematika umat dan bangsa. Kita perlu terus menggelorakan semangat ini, sebab kita sadar bahwa keselamatan umat Islam berarti keselamatan bangsa ini. Sebaliknya keterpurukan umat Islam pasti akan membawa kehancuran bangsa ini. [http://www.pks-jaksel.or.id]