Rabu, 09 Juni 2010

PENDIDIKAN INKLUSI

Pendidikan inklusi adalah termasuk hal yang baru di Indonesia umumnya. Ada beberapa pengertian mengenai pendidikan inklusi, diantaranya adalah pendidikan inklusi merupakan sebuah pendekatan yang berusaha mentransformasi sistem pendidikan dengan meniadakan hambatan-hambatan yang dapat menghalangi setiap siswa untuk berpartisipasi penuh dalam pendidikan. Hambatan yang ada bisa terkait dengan masalah etnik, gender, status sosial, kemiskinan dan lain-lain. Dengan kata lain pendidikan inklusi adalah pelayanan pendidikan anak berkebutuhan khusus yang dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.

Salah satu kelompok yang paling tereksklusi dalam memperoleh pendidikan adalah siswa penyandang cacat. Tapi ini bukanlah kelompok yang homogen. Sekolah dan layanan pendidikan lainnya harus fleksibel dan akomodatif untuk memenuhi keberagaman kebutuhan siswa. Mereka juga diharapkan dapat mencari anak-anak yang belum mendapatkan pendidikan.
A. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
Pengelompokan anak berkebutuhan khusus dan jenis pelayanannya, sesuai dengan Program Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Tahun 2006 dan Pembinaan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Pendidikan adalah sebagai berikut :
1. Tuna Netra
2. Tuna Rungu
3. Tuna Grahita: (a.l. Down Syndrome)
4. Tuna Grahita Ringan (IQ = 50-70)
5. Tuna Grahita Sedang (IQ = 25-50)
6. Tuna Grahita Berat (IQ < 25)
7. Tuna Daksa
8. Tuna Laras (Dysruptive)
9. Tuna Wicara
10. Tuna Ganda
11. HIV AIDS
12. Gifted : Potensi kecerdasan istimewa (IQ > 125 ) J. Talented : Potensi bakat istimewa (Multiple Intelligences : Language, Logico mathematic, Visuo-spatial, Bodily-kinesthetic, Musical, Interpersonal, Intrapersonal, Natural, Spiritual).
13. Kesulitan Belajar (a.l. Hyperaktif, ADD/ADHD, Dyslexia/Baca, Dysgraphia/Tulis, Dyscalculia/Hitung, Dysphasia/Bicara, Dyspraxia/ Motorik)
14. Lambat Belajar ( IQ = 70 –90 )
15. Autis
16. Korban Penyalahgunaan Narkoba
17. Indigo
B. Pendekatan secara kurikulum nasional dikaitkan dengan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Kurikulum pendidikan nasional yang diterapkan saat ini ternyata sangat menyulitkan anak-anak yang berkebutuhan khusus (ABK), seperti yang terjadi di sekolah-sekolah inklusi. Kebutuhan sekolah inklusi ini bukan kurikulum yang berfokus bagaimana mengarahkan siswa agar sesuai harapan standar kurikulum yang berangkat dari sekedar bagaimana mengatasi keterbatasan siswa, tetapi berangkat dari penghargaan, optimisme dan potensi positif anak yang berkebutuhan khusus.
Tetapi kenyataan yang ada sekarang, kurikulum pendidikan nasional masih kaku, arogan dan tidak mau mengalah. Bahkan terhadap siswa yang termasuk ABK, dimana siswanyalah yang harus mengalah dan menyesuaikan diri, bukan kurikulum yang menyesuaikan diri dengan potensi siswa. Kondisi tersebut sangat menyulitkan anak-anak berkebutuhan khusus yang berada dalam kelas inklusi.
Selain kurikulum yang menjadi hambatan bagi pengembangan sekolah inklusi adalah, banyak guru yang masih belum memahami program inklusi. Kalaupun ada yang paham, keterampilan untuk menjalankan sekolah inklusi, itupun masih jauh dari harapan. Bahkan ketersediaan guru pendamping khusus juga belum mencukupi. Salah satu program, mendesak yang harus dikuasai guru dalam program sekolah inklusi tersebut adalah menambah pengetahuan dan ketrampilan deteksi dini gangguan dan potensi pada anak. Pendidikan inklusi berarti juga harus melibatkan orang tua secara bermakna dalam proses perencanaan, karena keberhasilan pendidikan inklusi tersebut sangat bergantung pada partisipasi aktif orang tua bagi pendidikan anaknya.
C. Paradigma/ Pandangan Masyarakat Terhadap Pendidikan Inklusi
Pendidikan inklusi memang tidak popular dalam masyarakat. Masyarakat hanya disibukan dengan urusan meningkatkan kualitas pendidikan secara horizontal maupun vertical. Sehingga anak bangsa yang memiliki kebutuhan yang terbatas ini sering termarginalkan (kaum yang tersisih). Pelayanan pendidikan ini memang memerlukan sarana dan prasarana yang cukup besar tapi bukan berarti harus ditinggalkan karena mereka mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Kita harus meninggalkan persepsi konvensional bahwa anak dengan berkebutuhan terbatas misalnya untuk anak tuna netra hanya dicetak menjadi Tukang Pijat.
D. Pentingnya Pendidikan Inklusi
Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam kemampuan (difabel) seperti yang tertuang pada UUD 1945 pasal 31 (1). Namun sayangnya sistem pendidikan di Indonesia belum mengakomodasi keberagaman, sehingga menyebabkan munculnya segmentasi lembaga pendidikan yang berdasar pada perbedaan agama, etnis, dan bahkan perbedaan kemampuan baik fisik maupun mental yang dimiliki oleh siswa. Jelas segmentasi lembaga pendidikan ini telah menghambat para siswa untuk dapat belajar menghormati realitas kehidupan dalam masyarakat.
Pendidikan inklusi adalah hak asasi manusia, di samping merupakan pendidikan yang baik dan dapat menumbuhkan rasa sosial. Itulah ungkapan yang dipakai untuk menggambarkan pentingnya pendidikan inklusi. Ada beberapa argumen di balik pernyataan bahwa pendidikan inklusi merupakan hak asasi manusia: (1) semua anak memiliki hak untuk belajar bersama; (2) anak-anak seharusnya tidak dihargai dan didiskriminasikan dengan cara dikeluarkan atau disisihkan hanya karena kesulitan belajar dan ketidakmampuan mereka; (3) orang dewasa yang cacat, yang menggambarkan diri mereka sendiri sebagai pengawas sekolah khusus, menghendaki akhir dari segregrasi (pemisahan sosial) yang terjadi selama ini; (4) tidak ada alasan yang sah untuk memisahkan anak dari pendidikan mereka, anak-anak milik bersama dengan kelebihan dan kemanfaat untuk setiap orang, dan mereka tidak butuh dilindungi satu sama lain (CSIE, 2005).
Adapun alasan-alasan di balik pernyataan bahwa pendidikan inklusi adalah pendidikan yang baik: (1) penelitian menunjukkan bahwa anak-anak akan bekerja lebih baik, baik secara akademik maupun sosial, dalam setting yang inklusif; (2) tidak ada pengajaran atau pengasuhan dalam sekolah yang terpisah/khusus yang tidak dapat terjadi dalam sekolah biasa; (3) dengan diberi komitmen dan dukungan, pendidikan inklusif merupakan suatu penggunaan sumber-sumber pendidikan yang lebih efektif. Dan argumen-argumen dibalik pernyataan bahwa pendidikan inklusi dapat membangun rasa sosial: (1) segregasi (pemisahan sosial) mendidik anak menjadi takut, bodoh, dan menumbuhkan prasangka; (2) semua anak membutuhkan suatu pendidikan yang akan membantu mereka mengembangkan relasi-relasi dan menyiapkan mereka untuk hidup dalam arus utama; dan (3) hanya inklusi yang berpotensi untuk mengurangi ketakutan dan membangun persahabatan, penghargaan dan pengertian (CSIE, 2005).
Pertimbangan filosofis yang menjadi basis pendidikan inklusi paling tidak ada tiga. Pertama, cara memandang hambatan tidak lagi dari perspektif peserta didik, namun dari perspektif lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah harus memainkan peran sentral dalam transformasi hambatan-hambatan peserta didik. Kedua, perspektif holistik dalam memandang peserta didik. Dengan perspektif tersebut, peserta didik dipandang mampu dan kreatif secara potensial. Sekolah bertanggung jawab untuk menciptakan lingkungan di mana potensi-potensi tersebut berkembang. Ketiga, prinsip non-segregasi. Dengan prinsip ini, sekolah memberikan pemenuhan kebutuhan kepada semua peserta didik. Organisasi dan alokasi sumber harus cukup fleksibel dalam memberikan dukungan yang dibutuhkan kelas. Masalah yang dihadapi peserta didik harus didiskusikan terus menerus di antara staf sekolah, agar dipecahkan sedini mungkin untuk mencegah munculnya masalah-masalah lain (UNESCO, 2003).
Ada tiga langkah penting menuju inklusi yang nyata: komunitas, persamaan dan partisipasi. Semua staf yang terlibat dalam pendidikan merupakan suatu komunitas yang memiliki visi dan pemahaman yang sama tentang pendidikan inklusi, baik konsep dan pentingnya maupun dasar-dasar filosofis. Setiap anggota komunitas memiliki persamaan (hak yang sama), dan—karena itu—sama-sama berpartisipasi dalam mengembangkan pendidikan inklusi, sejak dari perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasinya. Dalam pendidikan inklusi, sistem sekolah tidak berhak menentukan tipe peserta didik, namun sebaliknya sistem sekolah yang harus menyesuaikan untuk memenuhi kebutuhan semua peserta didik. Terkait dengan ini, ada ungkapan bahwa komunitas (semua staf yang terlibat dalam pendidikan inklusi) ‘melampaui dan di atas’ (over and above) kurikulum (UNESCO, 2003).
E. Model Kelas Inklusi
Direktorat PLB (2007: 7) menjelaskan tentang penempatan anak berkelainan di sekolah inklusi dapat dilakukan dengan berbagai model sebagai berikut:
1. Kelas reguler (inklusi penuh)
Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) sepanjang hari di kelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama.
2. Kelas reguler dengan cluster
Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus.
3. Kelas reguler dengan pull out
Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.
4. Kelas reguler dengan cluster dan pull out
Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.
5. Kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian
Anak berkelainan belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler.
6. Kelas khusus penuh
Anak berkelainan belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler.

Sabtu, 05 Juni 2010

KEBERADAAN PUSTAKAWAN SEKOLAH, PERLUKAH ?

Sekolah merupakan tempat dimana proses transfer ilmu berlangsung, peranan tenaga pendidik yang ada disekolah, sangat menentukan arah transfer ilmu yang sedang dan akan berjalan. Para guru diharapkan memiliki metode belajar yang mudah dimengerti dan diterima oleh para siswanya. Sehingga hasil akhir yang didapat, sekolah tersebut memilki siswa – siswa yang unggul dan berprestasi. Pastinya, bukan hanya para guru saja yang harus banyak berperan, tetapi juga sarana pendukung yang dapat membantu para siswanya didalam hal kegiatan belajar – mengajar, mutlak disediakan oleh sekolah, seperti perpustakaan dan laboratorium pendukung.

Perpustakaan sekolah misalnya, merupakan sarana yang melayani siswa, guru dan karyawan dari suatu sekolah tertentu. Perpustakaan sekolah didirikan untuk menunjang pencapaian tujuan sekolah, yaitu pendidikan dan pengajaran seperti digariskan dalam kurikulum sekolah.

Sebagai sebuah sarana penunjang, perpustakaan sekolah tentu diharapkan dapat dikelola oleh orang – orang yang terampil (Pustakawan), agar kegiatan yang berlangsung didalamnya dapat berjalan dengan baik.

Didalam Undang – Undang No. 43 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat (8) menyebutkan bahwa “Pustakawan” merupakan seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan / atau pelatihan Kepustakawanan. Pustakawan sekolah sendiri merupakan tenaga kependidikan berkualifikasi serta professional yang bertanggung jawab atas perencanaan dan pengelolaan perpustakaan sekolah. Pustakawan sekolah juga harus bisa menjawab kenyataan, bahwa perpustakaan Sekolah bukanlah tempat penyimpanan buku semata, tetapi sebagai pusat ilmu pengetahuan yang terdiri dari berbagai jenis koleksi bahan bacaan.

Beberapa minggu yang lalu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah menyatakan, bahwa sekarang ini Indonesia masih kekurangan tenaga Pustakawan Sekolah. Di lain kesempatan direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) menyatakan, jumlah sekolah di Indonesia saat ini sekitar 250 ribu unit, dengan 23 ribu diantaranya sudah memiliki perpustakaan dan 21 ribu memiliki tenaga perpustakaan. Tetapi tenaga perpustakaan yang menjadi bagian fungsional dari perpustakaan atau berprofesi sebagai Pustakawan hanya berjumlah 221 orang. (www.mediaindonesia.com)

Memang kenyataan sekarang ini, tidak seluruh sekolah di Indonesia memiliki tenaga Pustakawan, mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA), hal ini mungkin disebabkan oleh jumlah lulusan Ahlimadya maupun Sarjana bidang perpustakaan sangat sedikit. Bisa juga karena masalah gaji yang diterima per bulannya terlalu kecil dan tidak sesuai dengan keahlian mereka. Sehingga para pustakawan lebih memilih bekerja diluar jalur mereka sendiri.

Akibatnya, Perpustakaan sekolah banyak dikelola oleh tenaga Tata Usaha (TU) dan guru yang merangkap sebagai Pustakawan atau biasa disebut Guru Pustakawan. Memang tidak salah jika pihak sekolah menyerahkan tanggung jawab pengelolaan perpustakaan sekolah kepada yang bukan ahlinya, mungkin karena keterbatasan dana dan minimnya koleksi perpustakaan yang dimiliki, sehingga diambil kesimpulan biar pekerjaannya dirangkap saja oleh guru dan tenaga tata usaha.

Tetapi dilain pihak, sekolah juga harus mencari suatu terobosan mengenai masalah ini, agar kedepan perpustakaan yang bernaung dibawah sekolah tersebut menjadi maju. Karena bagaimanapun juga peran pustakawan dalam mengelola sebuah perpustakaan yang ada di sekolah mutlak diperlukan. Seorang pustakawan sekolah dituntut untuk mampu berfikir arif agar dapat mengembangkan perpustakaan sekolah yang dikelolanya.

Berikut dapat dijelaskan sedikit mengenai apa sebenarya fungsi Perpustakaan sekolah itu :

1. Membantu siswa untuk memperjelas dan memperluas pengetahuan pada setiap bidang studi. Oleh karena itu, perpustakaan sekolah dapat dijadikan sebagai semacam laboratorium yang sesuai dengan tujuan didalam kurikulum.

2. Sebagai sumber kegiatan belajar mengajar, yaitu membantu program pendidikan dan pengajaran sesuai dengan tujuan yang terdapat dalam kurikulum. Mengembangkan kemampuan anak menggunakan informasi. Bagi guru, perpustakaan merupakan tempat untuk membantu guru dalam mengajar dan memperluas pengetahuan.
3. Mengembangkan minat dan budaya membaca yang menuju kebiasaan belajar mandiri.
4. Membantu siswa dalam mengembangkan bakat, minat dan kegemarannya.
5. Membiasakan siswa untuk mencari informasi di perpustakaan. Kemahiran siswa untuk mencari informasi di perpustakaan akan menolongnya untuk mampu belajar secara mandiri dan memperlancar dalam mengikuti pelajaran selanjutnya.

6. Merupakan tempat untuk mendapatkan bahan rekreasi sehat. Melalui buku – buku bacaan yang sesuai dengan umur dan tingkat kecerdasan siswa.
7. Memperluas kesempatan belajar bagi siswa.(wijayanti :2008)

Written By : Muktamarudin Fahmi, A.Md

INFORMATION LITERACY AND INFORMATION LITERACY SKILL

Apa itu Literasi Informasi?

Literasi informasi sering disebut juga dengan keberaksaraan informasi atau kemelekan informasi. Dalam bidang ilmu perpustakaan dan informasi, literasi infromasi sering dikaitkan dengan kemampuan mengakses dan memanfaatkan secara benar informasi yang tersedia.

Pengertian literasi informasi yang sering dikutip adalah pengertian literasi informasi dari American Library Association (ALA) : “information literacy is a set of abilities requiring individuals to “recognize when information is needed and have the ability to locate, evaluate, and use effective needed information”.

Artinya, literasi informasi diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi informasi yang dibutuhkannya, mengakses dan menemukan informasi, mengevaluasi informasi, dan menggunakan informasi seara efektif dan etis. (dalam Naibaho, 2007: 7-8)

Informasi yang menjadi obyek disini dapat bersumber dari mana saja, baik dari media cetak seperti buku, majalah, jurnal, maupun sumber non cetak, seperti file dalam komputer, internet, film, hasil percakapan dan sebagainya. Information literacy berperan sebagai alat untuk memilah informasi-informasi tersebut, agar yang berguna dapat tetap dimanfaatkan secara maksismal dan sebaliknya, informasi ang hanya berpotensi menjadi sampah akan dapat difilter. Capaian yang diharapkan secara langsung adalah efisiensi dalam hal waktu, biaya dan tenaga yang dikeluarkan selama proses pencarian informasi.

Dalam perkembangannya, konsep information literacy diaplikasikan melalui saluran-saluran (channel) berupa kegiatan praktis, misalnya dalam kegiatan pendidikan pemakai perpustakaan, pembekalan bagi siswa maupun mahasiswa baru hingga kepentingan dunia bisnis, Meluasnya area yang membutuhkan kemampuan melek informasi mendorong banyak professional di bidang informasi dan perpustakaan untuk memulai menyusun berbagai formula pendekatan yang dapat mempermudah masyarakat menguasai kemampuan ini.

Kemampuan untuk menemukan informasi, mengolah dan menyajikan informasi sebenarnya kemampuan umum yang dimiliki oleh setiap orang. Tetapi tidak semua orang dapat dikatakan mempunyai kemampuan literasi informasi. Seseorang dikatakan mempunyai keterampilan literasi informasi mampu memahami kebutuhan informasi dan mendapatkan informasi yang tepat dalam berbagai format lalu mampu menggunakan dan menyajikan informasi tersebut dalam bentuk yang tepat dan benar. Dengan kemampuan ini seseorang memiliki kerangka kerja intelektual untuk memahami, mencari dan mengevaluasi dan menggunakan informasi.

Untuk mensikapinya ledekan informasi yang saat ini terus berkembang kita memerlukan sebuah strategi literasi yaitu information literacy skills, yang dimaknai sebagai kemampuan untuk mengenali adanya kebutuhan informasi dan kemampuan untuk menempatkan, mengevaluasi, dan menggunakan informasi dengan efektif. Ada sejumlah elemen pendukung information literacy, yang juga berperan sebagai prasyarat untuk menguasai information literacy skill secara utuh. Elemen-elemen tersebut bersifat saling melengkapi dan tidak terpisahkan. Satu hal yang penting untuk digaris bawahi adalah bahwa upaya implementasi information literacy skill selalu membutuhkan saluran (Channel), yang dapat berupa kegiatan pembelajaran disekolah maupun di perguruan tinggi, kegiatan pendidikan pemakai di perpustakaan dan lain sebagainya. Hasil yang hendak dicapai dari penguasaan dan aplikasi information literacy skill ini adalah efisiensi biaya, waktu, dan tenaga yang dikeluarkan selama proses pencarian informasi.

Elemen-Elemen Information Literacy
Menggunakan informasi dalam berbagai bentuk menuntut sejumlah “kemampuan melek (literacies)”, diluar kemampuan dasar seperti menulis dan membaca. Berikut ini beberapa jenis “melek” yang berperan menjadi elemen dalam information literacy:

Visual Literacy
Visual Liteacy didefenisikan sebagai kemampuan untuk memahami dan menggunakan gambar, termasuk pula kemampuan untuk berpikir, belajar, serta mengekspresikan gambar tersebut. Visual literacy terbagi menjadi 3 konstruksi, yaitu :
• Pembelajaran visual (visual learning): kemampuan dalam mengakuisisi dan mengkonstruksi pengetahuan yang merupakan hasil interaksi dengan fenomena visual.
• Pemikiran visual (visual thinking): kemampuan untuk mengoraganisasikan citra mental pada hal-hal diseputar bentuk, garis, warna, teksur, dan komposisi
• Komunikasi visual (visual communication): kemampuan menggunakan symbol visual untuk mengekspresikan gagasan dan menyampaikan makna.

Media Literacy
Menurut National Leardship Conference on Media Literacy, Media Literacy adalah kemampuan warga Negara untuk mengakses, menganalisa, dan memproduksi informasi untuk hasil yang spesifik. Media mampu menyuntikkan nilai-nilai yang mampu mengubah pandangan, dan bahkan sikap hidup secara missal. Untuk itu masyarakat memerlukan keterampilan melek media agar mampu mensikapi keberadaan media dengan lebih kritis dan bijaksana.

Computer Literacy
Komputer merupakan alat yang dapat memfasilitasi dan memperluas kemampuan manusia dalam mempelajari dan memproses informasi. Contoh yang paling nyata adalah penggunaan komputer secara luas dalam dunia pendidikan. Sekarang ini dapat dikatakan bahwa komputer telah menjadi bagian integral dari pendidikan. Computer literacy sering diartikan sebagai kemampuan untuk menciptakan dan memanipulasi dokumen dan data menggunakan perangkat lunak pengolah kata, pangkalan data, dan sebagainya. Namun, The Computer Science and Telecommunication Board of the National Research Counsil mendefenisikan kembali computer literacy sebagai kemampuan dalam menguasai teknologi informasi

Digital Literacy
Digital Literacy merupakan keahlian yang berkaitan dengan penguasaan sumber dan perangkat digital. Perkembangan pesat teknologi informasi dewasa ini telah menghasilkan banyak temuan-temuan digital terbaru. Tidak jarang hal ini banyak memicu terjadinya kesenjangan antar masyarakat dan bahkan antar bangsa. Mereka yang mampu mengejar dan menguasai perangkat-perangkat digital muktahir dicitrakan sebagai penggenggam masa depan, dan sebalikna yang tertinggal akan semakin sempit kesempatannya untuk meraih kemajuan.

Network Literacy
Network literacy merupakan satu istilah yang masih terus berkembang (envolving). Untuk dapat menempatkan, mengakses dan menggunakan informasi dalam dunia berjejaring, misalnya internet, pengguna harus menguasai keahlian ini. Menurut Eisenberg (2004) orang yang melek jaringan memiliki sejumlah karakteristik sebagai berikut:
Memiliki kesadaran akan luasnya penggunaan jasa dan sumber informasi berjejaring
• Memiliki pemahaman bagaimana sistem informasi berjejaring diciptakan dan dikelola
• Dapat melakukan temu balik informasi tertentu dari jaringan dengan menggunakan serangkaian alat temu balik informasi
• Dapat memanipulasi informasi berjejaring dengan memadukan dengan sumber lain dan meningkatkan nilai informasinya untuk kepentingan tertentu
• Dapat menggunakan informasi berjejaring unutk menganalisa dan memecahkan masalah yang terkait dengan pengambilan keputusan, baik untuk kepentingan tugas dan maupun pribadi, serta menghasilkan layanan yang mampu meningkatkan kualitas hidup.
• Memiliki pemahaman akan peran dan penggunaan informasi berjejaring untuk memecahkan masalah dan memperingan kegiatan dasar hidup.

Information literacy merupakan satu term yang bersifat inklusif. Dengan menguasainya maka sejumlah keahlian diatas dapat dicapai dengan lebih mudah. Hubungan antara information literacy dengan elemen-elemen adalah saling melengkapi dan tidak terpisahkan.

Selain elemen-elemen information Literacy diatas, Ada beberapa teori yang popular dalam perilaku seseorang dalam mencari informasi, Salah satu yang populer adalah Model pencarian yang dirumuskan David Ellis (1987)
Ellis membedakan model pencarian informasi untuk ilmuan bidang ilmu alam dan ilmu sosial. Model pencarian ilmuan bidang sosial ada 6 tahapan, yaitu:
Starting (Mulai)
Pencari informasi mulai melakukan pencarian atau pengenalan awal terhadap rujukan. Seringkali informasi yang ditemukan pada tahap ini merupakan cikal bakal yang akan ditambahkan atau dikembangkan pada tahap selanjutnya

Chaining (Menghubungkan)
Mengikuti mata rantai atau mengkaitkan dengan daftar pustaka yang ada. Mencari rujukan berdasarkan subjek, nama pengarang dan rujukan inti.

Browsing (Menjelajah)
Tahapan yang ditandai dengan kegiatan pencarian informasi dengan cara penelusuran semi langsung atau terstruktur

Differentiating (Pembedaan)
Merupakan kegiatan membedakan sumber informasi untuk menyaring informasi berdasarkan sifat dan kualitas rujukan

Monitoring (Memantau)
Mengembangkan lebih lanjut pencarian informasi yang dibutuhkan dengan cara memberi perhatian yang lebih serius terhadap sumber-sumber tertentu

Extracting (Mengambil Sari)
Pencarian informasi lebih bersifat sistematis, kegiatan ini diperlukan pada saat pencari informasi membuat suatu tinjauan literatur atau laporan

Selain Ellis, ada Perkembangan terkini, yaitu : Model Big6
Information literacy merupakan kunci untuk dapat hidup dan bertahan dalam abad ini. Untuk itu, sejumlah pendekatan telah dirumuskan oleh para pakar informasi, salah satu yang paling popular dan telah dikenal secara luas diselruh dunia adalah pendekatan Big6 yang dikembankan oleh dua pakar pendidikan Amerika, Michael Einsenberg dan Bob Berkowitz. Big6 adalah kurikulum dan model literasi informasi dan teknologi yang dapat digunakan banyak kalangan, terutama pendidikan dan bisnis. Ada beberapa akademis yang menyebut Big6 sebagai solusi pintar untuk pemecahan masalah informasi, karena dengan big6 siswa maupun mahasiswa dapat menyelesaikan semua masalah, tugas, dan membuat keputusan yang terkait dengan studi mereka dengan lebih baik.

Model Big6 mengintegrasikan keterampilan pencarian dan penggunaan informasi dengan penggunaan perangkat teknologi dalam proses menemukan, menggunakan, mengaplikasikan dan mengevaluasi informasi secara sistematis, untuk memenuhi kebutuhan dan tugas tertentu. Studi pada ribuan siswa yang diarahkan untuk menggunakan pendekatan Big6 dengan dikombinasikan dengan kegiatan analitis, kreatif, dan praktis, menunjukkan bahwa meraka mampu menampilkan performa belajar yang lebih baik dari pada mereka yang sama sekali tidak dibekali dengan Big6 (Jarvin dalam Eisenberg, 2006)
Berikut ini tahapan dari Big6:

Defenisi Tugas (Task Defenition)
Tahap pertama dari proses pemecahan masalah Big6 adalah proses untuk mengenali adanya kebutuhan informasi (information need), mendefenisikan masalah, dan mengidentifikasi masalah dan mengidentifikasi tipe dan jumlah informasi yang dibutuhkan

Strategi penemuan informasi (information Seeking Strategis)
Ketika masalah informasi telah diformulasikan, maka pengguna harus mulai mempertimbangkan sumber-sumber informasi yang akan digunakan dan mengembangkan rencana perncarian informasi berikut dengan metode dan saluran (channel) yang digunakan.

Lokasi dan akses (location and access)
Setelah pengguna menentukan prioritas penemuan informasi, mereka mulai memetakan informasi dari beragam sumber dan mengakses informasi tertentu yang ditemukan dalam sumber-sumber yang berdiri sendiri

Pengguna Informasi (use of information)
Dalam taha ini pengguna harus bersentuhan dengan informasi yang telah ditemukan dalam tahapan ketiga, baik melalu aktivitas membaca, melihat maupun mendengar, untuk kemudian dinilai relevansinya dengan tujuan pencarian. Pengguna disini juga harus mengekstrasi informasi yang dianggapnya telah relevan

Sintesis informasi (synthesis)
Dalam tahap sintesis informasi, pengguna mulai mengorganisasikan dan mengkomunikasikan hasil yang telah diperolehnya dengan orang lain disekitarnya. Rekan diskusi dapat saja teman sejawat, pustakawan, dosen maupun siapa saja yang dipandang menguasai subyek informasi yang dicari (knowledge person)

Evaluasi (Evaluation)
Proses evaluasi berfokus pada bagaimana produk final dapat menjawab kebutuhan tugas pengguna (efektif) dan bagaimana pengguna tersebut dapat mengimplementasikan upaya pemecahan masalah (efisien)

Terciptanya sebuah model pencarian informasi biasanya dipengaruhi oleh faktor kognitif dan fisik seseorang ketika seseorang menelusur informasi. Penerapan sebuah model dalam pencarian informasi tidak menjamin seseorang untuk dapat menemukan informasi yang sesuai dengan tepat. Keberhasilan seseorang dalam menemukan informasi yang sesuai dengan kebutuhan akan berbeda untuk masing-masing individu.

Oleh karena itu information literacy skill adalah suatu hal yang sangat diperlu dimiliki oleh seseorang dalam menelusur informasi. Keberhasilan dalam pencapaian information literacy pada kalangan professional informasi dan masyarakat pengguna membutuhkan usaha yang keras dengan konsistensi yang terus menerus, serta dukungan dari pihak-pihak yang berkepentingan.

Referensi :
Chun Wei Choo, dkk. 1998. A Behavioral Model of Information Seeking on the Web Preliminary Results of a Study of How Managers and IT Specialists Use the Web. http://www.ischool.utexas.edu/~donturn/papers/asis98/asis98.html

Jenkis, Christine. Patterns of information seeking on the web: a qualitative study of domain expertise and web expertise. IT&Society, volume 1, issue 3, winter 2003 PP. 64-89 http://www.ITandSociety.org

McKenzie, Pamela J. 2002. A Model of information practices in accounts of everyday-life information seeking. http://www.emeraldingsight.com/oo22.0418.htm

Zuntriana, Ari. 2007. Information Literacy Skill : Sebuah Ikhtiar Memasuki Era Informasi. Buletin Perpustakaan Air Langga. Vol. II No. 2 Juli-Desember. P 64-68

________. (1999). Models in Information Behavior Research. Journal of Documentation, 55 (3). 249-270.

http://informationr.net/tds/publ/paper/1999JDoc.html

Rabu, 02 Juni 2010

MANAJEMEN SEKOLAH : Pengertian, Fungsi dan Bidang Manajemen

oleh : Akhmad Sudrajat, M.Pd.

A. Pengertian Manajemen Sekolah
Dalam konteks pendidikan, memang masih ditemukan kontroversi dan inkonsistensi dalam penggunaan istilah manajemen. Di satu pihak ada yang tetap cenderung menggunakan istilah manajemen, sehingga dikenal dengan istilah manajemen pendidikan. Di lain pihak, tidak sedikit pula yang menggunakan istilah administrasi sehingga dikenal istilah adminitrasi pendidikan. Dalam studi ini, penulis cenderung untuk mengidentikkan keduanya, sehingga kedua istilah ini dapat digunakan dengan makna yang sama.
Selanjutnya, di bawah ini akan disampaikan beberapa pengertian umum tentang manajemen yang disampaikan oleh beberapa ahli. Dari Kathryn . M. Bartol dan David C. Martin yang dikutip oleh A.M. Kadarman SJ dan Jusuf Udaya (1995) memberikan rumusan bahwa :
“Manajemen adalah proses untuk mencapai tujuan – tujuan organisasi dengan melakukan kegiatan dari empat fungsi utama yaitu merencanakan (planning), mengorganisasi (organizing), memimpin (leading), dan mengendalikan (controlling). Dengan demikian, manajemen adalah sebuah kegiatan yang berkesinambungan”.
Sedangkan dari Stoner sebagaimana dikutip oleh T. Hani Handoko (1995) mengemukakan bahwa:
“Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan”.
Secara khusus dalam konteks pendidikan, Djam’an Satori (1980) memberikan pengertian manajemen pendidikan dengan menggunakan istilah administrasi pendidikan yang diartikan sebagai “keseluruhan proses kerjasama dengan memanfaatkan semua sumber personil dan materil yang tersedia dan sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien”. Sementara itu, Hadari Nawawi (1992) mengemukakan bahwa “administrasi pendidikan sebagai rangkaian kegiatan atau keseluruhan proses pengendalian usaha kerjasama sejumlah orang untuk mencapai tujuan pendidikan secara sistematis yang diselenggarakan di lingkungan tertentu terutama berupa lembaga pendidikan formal”.
Meski ditemukan pengertian manajemen atau administrasi yang beragam, baik yang bersifat umum maupun khusus tentang kependidikan, namun secara esensial dapat ditarik benang merah tentang pengertian manajemen pendidikan, bahwa : (1) manajemen pendidikan merupakan suatu kegiatan; (2) manajemen pendidikan memanfaatkan berbagai sumber daya; dan (3) manajemen pendidikan berupaya untuk mencapai tujuan tertentu.
B. Fungsi Manajemen
Dikemukakan di atas bahwa manajemen pendidikan merupakan suatu kegiatan. Kegiatan dimaksud tak lain adalah tindakan-tindakan yang mengacu kepada fungsi-fungsi manajamen. Berkenaan dengan fungsi-fungsi manajemen ini, H. Siagian (1977) mengungkapkan pandangan dari beberapa ahli, sebagai berikut:
Menurut G.R. Terry terdapat empat fungsi manajemen, yaitu :
(1) planning (perencanaan);
(2) organizing (pengorganisasian);
(3) actuating (pelaksanaan); dan
(4) controlling (pengawasan).
Sedangkan menurut Henry Fayol terdapat lima fungsi manajemen, meliputi :
(1) planning (perencanaan);
(2) organizing (pengorganisasian);
(3) commanding (pengaturan);
(4) coordinating (pengkoordinasian); dan
(5) controlling (pengawasan).
Sementara itu, Harold Koontz dan Cyril O’ Donnel mengemukakan lima fungsi manajemen, mencakup :
(1) planning (perencanaan);
(2) organizing (pengorganisasian);
(3) staffing (penentuan staf);
(4) directing (pengarahan); dan
(5) controlling (pengawasan).
Selanjutnya, L. Gullick mengemukakan tujuh fungsi manajemen, yaitu :
(1) planning (perencanaan);
(2) organizing (pengorganisasian);
(3) staffing (penentuan staf);
(4) directing (pengarahan);
(5) coordinating (pengkoordinasian);
(6) reporting (pelaporan); dan
(7) budgeting (penganggaran).
Untuk memahami lebih jauh tentang fungsi-fungsi manajemen pendidikan, di bawah akan dipaparkan tentang fungsi-fungsi manajemen pendidikan dalam perspektif persekolahan, dengan merujuk kepada pemikiran G.R. Terry, meliputi : (1) perencanaan (planning); (2) pengorganisasian (organizing); (3) pelaksanaan (actuating) dan (4) pengawasan (controlling).
1. Perencanaan (planning)
Perencanaan tidak lain merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai beserta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Sebagaimana disampaikan oleh Louise E. Boone dan David L. Kurtz (1984) bahwa: planning may be defined as the proses by which manager set objective, asses the future, and develop course of action designed to accomplish these objective. Sedangkan T. Hani Handoko (1995) mengemukakan bahwa :
“ Perencanaan (planning) adalah pemilihan atau penetapan tujuan organisasi dan penentuan strategi, kebijaksanaan, proyek, program, prosedur, metode, sistem, anggaran dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Pembuatan keputusan banyak terlibat dalam fungsi ini.”
Arti penting perencanaan terutama adalah memberikan kejelasan arah bagi setiap kegiatan, sehingga setiap kegiatan dapat diusahakan dan dilaksanakan seefisien dan seefektif mungkin. T. Hani Handoko mengemukakan sembilan manfaat perencanaan bahwa perencanaan: (a) membantu manajemen untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan; (b) membantu dalam kristalisasi persesuaian pada masalah-masalah utama; (c) memungkinkan manajer memahami keseluruhan gambaran; (d) membantu penempatan tanggung jawab lebih tepat; (e) memberikan cara pemberian perintah untuk beroperasi; (f) memudahkan dalam melakukan koordinasi di antara berbagai bagian organisasi; (g) membuat tujuan lebih khusus, terperinci dan lebih mudah dipahami; (h) meminimumkan pekerjaan yang tidak pasti; dan (i) menghemat waktu, usaha dan dana.
Indriyo Gito Sudarmo dan Agus Mulyono (1996) mengemukakan langkah-langkah pokok dalam perencanaan, yaitu :
1. Penentuan tujuan dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut : (a) menggunakan kata-kata yang sederhana, (b) mempunyai sifat fleksibel, (c) mempunyai sifat stabilitas, (d) ada dalam perimbangan sumber daya, dan (e) meliputi semua tindakan yang diperlukan.
2. Pendefinisian gabungan situasi secara baik, yang meliputi unsur sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya modal.
3. Merumuskan kegiatan yang akan dilaksanakan secara jelas dan tegas.
Hal senada dikemukakan pula oleh T. Hani Handoko (1995) bahwa terdapat empat tahap dalam perencanaan, yaitu : (a) menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan; (b) merumuskan keadaan saat ini; (c) mengidentifikasi segala kemudahan dan hambatan; (d) mengembangkan rencana atau serangkaian kegiatan untuk pencapaian tujuan.
Pada bagian lain, Indriyo Gito Sudarmo dan Agus Mulyono (1996) mengemukakan bahwa atas dasar luasnya cakupan masalah serta jangkauan yang terkandung dalam suatu perencanaan, maka perencanaan dapat dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu : (1) rencana global yang merupakan penentuan tujuan secara menyeluruh dan jangka panjang, (2) rencana strategis merupakan rencana yang disusun guna menentukan tujuan-tujuan kegiatan atau tugas yang mempunyai arti strategis dan mempunyai dimensi jangka panjang, dan (3) rencana operasional yang merupakan rencana kegiatan-kegiatan yang berjangka pendek guna menopang pencapaian tujuan jangka panjang, baik dalam perencanaan global maupun perencanaan strategis.
Perencanaan strategik akhir-akhir ini menjadi sangat penting sejalan dengan perkembangan lingkungan yang sangat pesat dan sangat sulit diprediksikan, seperti perkembangan teknologi yang sangat pesat, pekerjaan manajerial yang semakin kompleks, dan percepatan perubahan lingkungan eksternal lainnya.
Pada bagian lain, T. Hani Handoko memaparkan secara ringkas tentang langkah-langkah dalam penyusunan perencanaan strategik, sebagai berikut:
1. Penentuan misi dan tujuan, yang mencakup pernyataan umum tentang misi, falsafah dan tujuan. Perumusan misi dan tujuan ini merupakan tanggung jawab kunci manajer puncak. Perumusan ini dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dibawakan manajer. Nilai-nilai ini dapat mencakup masalah-masalah sosial dan etika, atau masalah-masalah umum seperti macam produk atau jasa yang akan diproduksi atau cara pengoperasian perusahaan.
2. Pengembangan profil perusahaan, yang mencerminkan kondisi internal dan kemampuan perusahaan dan merupakan hasil analisis internal untuk mengidentifikasi tujuan dan strategi sekarang, serta memerinci kuantitas dan kualitas sumber daya -sumber daya perusahaan yang tersedia. Profil perusahaan menunjukkan kesuksesan perusahaan di masa lalu dan kemampuannya untuk mendukung pelaksanaan kegiatan sebagai implementasi strategi dalam pencapaian tujuan di masa yang akan datang.
3. Analisa lingkungan eksternal, dengan maksud untuk mengidentifikasi cara-cara dan dalam apa perubahan-perubahan lingkungan dapat mempengaruhi organisasi. Disamping itu, perusahaan perlu mengidentifikasi lingkungan lebih khusus, seperti para penyedia, pasar organisasi, para pesaing, pasar tenaga kerja dan lembaga-lembaga keuangan, di mana kekuatan-kekuatan ini akan mempengaruhi secara langsung operasi perusahaan.
Meski pendapat di atas lebih menggambarkan perencanaan strategik dalam konteks bisnis, namun secara esensial konsep perencanaan strategik ini dapat diterapkan pula dalam konteks pendidikan, khususnya pada tingkat persekolahan, karena memang pendidikan di Indonesia dewasa ini sedang menghadapi berbagai tantangan internal maupun eksternal, sehingga membutuhkan perencanaan yang benar-benar dapat menjamin sustanabilitas pendidikan itu sendiri.
2. Pengorganisasian (organizing)
Fungsi manajemen berikutnya adalah pengorganisasian (organizing). George R. Terry (1986) mengemukakan bahwa :
“Pengorganisasian adalah tindakan mengusahakan hubungan-hubungan kelakuan yang efektif antara orang-orang, sehingga mereka dapat bekerja sama secara efisien, dan memperoleh kepuasan pribadi dalam melaksanakan tugas-tugas tertentu, dalam kondisi lingkungan tertentu guna mencapai tujuan atau sasaran tertentu”.
Lousie E. Boone dan David L. Kurtz (1984) mengartikan pengorganisasian : “… as the act of planning and implementing organization structure. It is the process of arranging people and physical resources to carry out plans and acommplishment organizational obtective”.
Dari kedua pendapat di atas, dapat dipahami bahwa pengorganisasian pada dasarnya merupakan upaya untuk melengkapi rencana-rencana yang telah dibuat dengan susunan organisasi pelaksananya. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pengorganisasian adalah bahwa setiap kegiatan harus jelas siapa yang mengerjakan, kapan dikerjakan, dan apa targetnya.
Berkenaan dengan pengorganisasian ini, Hadari Nawawi (1992) mengemukakan beberapa asas dalam organisasi, diantaranya adalah : (a) organisasi harus profesional, yaitu dengan pembagian satuan kerja yang sesuai dengan kebutuhan; (b) pengelompokan satuan kerja harus menggambarkan pembagian kerja; (c) organisasi harus mengatur pelimpahan wewenang dan tanggung jawab; (d) organisasi harus mencerminkan rentangan kontrol; (e) organisasi harus mengandung kesatuan perintah; dan (f) organisasi harus fleksibel dan seimbang.
Ernest Dale seperti dikutip oleh T. Hani Handoko mengemukakan tiga langkah dalam proses pengorganisasian, yaitu : (a) pemerincian seluruh pekerjaan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan organisasi; (b) pembagian beban pekerjaan total menjadi kegiatan-kegiatan yang logik dapat dilaksanakan oleh satu orang; dan (c) pengadaan dan pengembangan suatu mekanisme untuk mengkoordinasikan pekerjaan para anggota menjadi kesatuan yang terpadu dan harmonis.
3. Pelaksanaan (actuating)
Dari seluruh rangkaian proses manajemen, pelaksanaan (actuating) merupakan fungsi manajemen yang paling utama. Dalam fungsi perencanaan dan pengorganisasian lebih banyak berhubungan dengan aspek-aspek abstrak proses manajemen, sedangkan fungsi actuating justru lebih menekankan pada kegiatan yang berhubungan langsung dengan orang-orang dalam organisasi
Dalam hal ini, George R. Terry (1986) mengemukakan bahwa actuating merupakan usaha menggerakkan anggota-anggota kelompok sedemikian rupa hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaran perusahaan dan sasaran anggota-anggota perusahaan tersebut oleh karena para anggota itu juga ingin mencapai sasaran-sasaran tersebut.
Dari pengertian di atas, pelaksanaan (actuating) tidak lain merupakan upaya untuk menjadikan perencanaan menjadi kenyataan, dengan melalui berbagai pengarahan dan pemotivasian agar setiap karyawan dapat melaksanakan kegiatan secara optimal sesuai dengan peran, tugas dan tanggung jawabnya.
Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pelaksanan (actuating) ini adalah bahwa seorang karyawan akan termotivasi untuk mengerjakan sesuatu jika : (1) merasa yakin akan mampu mengerjakan, (2) yakin bahwa pekerjaan tersebut memberikan manfaat bagi dirinya, (3) tidak sedang dibebani oleh problem pribadi atau tugas lain yang lebih penting, atau mendesak, (4) tugas tersebut merupakan kepercayaan bagi yang bersangkutan dan (5) hubungan antar teman dalam organisasi tersebut harmonis.
4. Pengawasan (controlling)
Pengawasan (controlling) merupakan fungsi manajemen yang tidak kalah pentingnya dalam suatu organisasi. Semua fungsi terdahulu, tidak akan efektif tanpa disertai fungsi pengawasan. Dalam hal ini, Louis E. Boone dan David L. Kurtz (1984) memberikan rumusan tentang pengawasan sebagai : “… the process by which manager determine wether actual operation are consistent with plans”.
Sementara itu, Robert J. Mocker sebagaimana disampaikan oleh T. Hani Handoko (1995) mengemukakan definisi pengawasan yang di dalamnya memuat unsur esensial proses pengawasan, bahwa :
“Pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan – tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan perusahaan.”
Dengan demikian, pengawasan merupakan suatu kegiatan yang berusaha untuk mengendalikan agar pelaksanaan dapat berjalan sesuai dengan rencana dan memastikan apakah tujuan organisasi tercapai. Apabila terjadi penyimpangan di mana letak penyimpangan itu dan bagaimana pula tindakan yang diperlukan untuk mengatasinya.
Selanjutnya dikemukakan pula oleh T. Hani Handoko bahwa proses pengawasan memiliki lima tahapan, yaitu : (a) penetapan standar pelaksanaan; (b) penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan; (c) pengukuran pelaksanaan kegiatan nyata; (d) pembandingan pelaksanaan kegiatan dengan standar dan penganalisaan penyimpangan-penyimpangan; dan (e) pengambilan tindakan koreksi, bila diperlukan.
Fungsi-fungsi manajemen ini berjalan saling berinteraksi dan saling kait mengkait antara satu dengan lainnya, sehingga menghasilkan apa yang disebut dengan proses manajemen. Dengan demikian, proses manajemen sebenarnya merupakan proses interaksi antara berbagai fungsi manajemen.
Dalam perspektif persekolahan, agar tujuan pendidikan di sekolah dapat tercapai secara efektif dan efisien, maka proses manajemen pendidikan memiliki peranan yang amat vital. Karena bagaimana pun sekolah merupakan suatu sistem yang di dalamnya melibatkan berbagai komponen dan sejumlah kegiatan yang perlu dikelola secara baik dan tertib. Sekolah tanpa didukung proses manajemen yang baik, boleh jadi hanya akan menghasilkan kesemrawutan lajunya organisasi, yang pada gilirannya tujuan pendidikan pun tidak akan pernah tercapai secara semestinya.
Dengan demikian, setiap kegiatan pendidikan di sekolah harus memiliki perencanaan yang jelas dan realisitis, pengorganisasian yang efektif dan efisien, pengerahan dan pemotivasian seluruh personil sekolah untuk selalu dapat meningkatkan kualitas kinerjanya, dan pengawasan secara berkelanjutan.
C. Bidang Kegiatan Pendidikan
Berbicara tentang kegiatan pendidikan, di bawah ini beberapa pandangan dari para ahli tentang bidang-bidang kegiatan yang menjadi wilayah garapan manajemen pendidikan. Ngalim Purwanto (1986) mengelompokkannya ke dalam tiga bidang garapan yaitu :
1. Administrasi material, yaitu kegiatan yang menyangkut bidang-bidang materi/ benda-benda, seperti ketatausahaan sekolah, administrasi keuangan, gedung dan alat-alat perlengkapan sekolah dan lain-lain.
2. Administrasi personal, mencakup di dalamnya administrasi personal guru dan pegawai sekolah, juga administrasi murid. Dalam hal ini masalah kepemimpinan dan supervisi atau kepengawasan memegang peranan yang sangat penting.
3. Administrasi kurikulum, seperti tugas mengajar guru-guru, penyusunan sylabus atau rencana pengajaran tahunan, persiapan harian dan mingguan dan sebagainya.
Hal serupa dikemukakan pula oleh M. Rifa’i (1980) bahwa bidang-bidang administrasi pendidikan terdiri dari :
1. Bidang kependidikan atau bidang edukatif, yang menyangkut kurikulum, metode dan cara mengajar, evaluasi dan sebagainya.
2. Bidang personil, yang mencakup unsur-unsur manusia yang belajar, yang mengajar, dan personil lain yang berhubungan dengan kegiatan belajar mengajar.
3. Bidang alat dan keuangan, sebagai alat-alat pembantu untuk melancarkan siatuasi belajar mengajar dan untuk mencapai tujuan pendidikan sebaik-baiknya.
Sementara itu, Thomas J. Sergiovani sebagimana dikutip oleh Uhar Suharsaputra (2002) mengemukakan delapan bidang administrasi pendidikan, mencakup : (1) instruction and curriculum development; (2) pupil personnel; (3) community school leadership; (4) staff personnel; (5) school plant; (6) school trasportation; (7) organization and structure dan (8) School finance and business management.
Di lain pihak, Direktorat Pendidikan Menengah Umum Depdiknas (1999) telah menerbitkan buku Panduan Manajemen Sekolah, yang didalamnya mengetengahkan bidang-bidang kegiatan manajemen pendidikan, meliputi: (1) manajemen kurikulum; (2) manajemen personalia; (3) manajemen kesiswaan; (4) manajemen keuangan; (5) manajemen perawatan preventif sarana dan prasarana sekolah.
Dari beberapa pendapat di atas, agaknya yang perlu digarisbawahi yaitu mengenai bidang administrasi pendidikan yang dikemukakan oleh Thomas J. Sergiovani. Dalam konteks pendidikan di Indonesia saat ini, pandangan Thomas J. Sergiovani kiranya belum sepenuhnya dapat dilaksanakan, terutama dalam bidang school transportation dan business management. Dengan alasan tertentu, kebijakan umum pendidikan nasional belum dapat menjangkau ke arah sana. Kendati demikian, dalam kerangka peningkatkan mutu pendidikan, ke depannya pemikiran ini sangat menarik untuk diterapkan menjadi kebijakan pendidikan di Indonesia.
Merujuk kepada kebijakan Direktorat Pendidikan Menengah Umum Depdiknas dalam buku Panduan Manajemen Sekolah, berikut ini akan diuraikan secara ringkas tentang bidang-bidang kegiatan pendidikan di sekolah, yang mencakup :
1. Manajemen kurikulum
Manajemen kurikulum merupakan subtansi manajemen yang utama di sekolah. Prinsip dasar manajemen kurikulum ini adalah berusaha agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik, dengan tolok ukur pencapaian tujuan oleh siswa dan mendorong guru untuk menyusun dan terus menerus menyempurnakan strategi pembelajarannya. Tahapan manajemen kurikulum di sekolah dilakukan melalui empat tahap : (a) perencanaan; (b) pengorganisasian dan koordinasi; (c) pelaksanaan; dan (d) pengendalian.
Dalam konteks Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Tita Lestari (2006) mengemukakan tentang siklus manajemen kurikulum yang terdiri dari empat tahap :
1. Tahap perencanaan; meliputi langkah-langkah sebagai : (1) analisis kebutuhan; (2) merumuskan dan menjawab pertanyaan filosofis; (3) menentukan disain kurikulum; dan (4) membuat rencana induk (master plan): pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian.
2. Tahap pengembangan; meliputi langkah-langkah : (1) perumusan rasional atau dasar pemikiran; (2) perumusan visi, misi, dan tujuan; (3) penentuan struktur dan isi program; (4) pemilihan dan pengorganisasian materi; (5) pengorganisasian kegiatan pembelajaran; (6) pemilihan sumber, alat, dan sarana belajar; dan (7) penentuan cara mengukur hasil belajar.
3. Tahap implementasi atau pelaksanaan; meliputi langkah-langkah: (1) penyusunan rencana dan program pembelajaran (Silabus, RPP: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran); (2) penjabaran materi (kedalaman dan keluasan); (3) penentuan strategi dan metode pembelajaran; (4) penyediaan sumber, alat, dan sarana pembelajaran; (5) penentuan cara dan alat penilaian proses dan hasil belajar; dan (6) setting lingkungan pembelajaran
4. Tahap penilaian; terutama dilakukan untuk melihat sejauhmana kekuatan dan kelemahan dari kurikulum yang dikembangkan, baik bentuk penilaian formatif maupun sumatif. Penilailain kurikulum dapat mencakup Konteks, input, proses, produk (CIPP) : Penilaian konteks: memfokuskan pada pendekatan sistem dan tujuan, kondisi aktual, masalah-masalah dan peluang. Penilaian Input: memfokuskan pada kemampuan sistem, strategi pencapaian tujuan, implementasi design dan cost benefit dari rancangan. Penilaian proses memiliki fokus yaitu pada penyediaan informasi untuk pembuatan keputusan dalam melaksanakan program. Penilaian product berfokus pada mengukur pencapaian proses dan pada akhir program (identik dengan evaluasi sumatif)
2. Manajemen Kesiswaan
Dalam manajemen kesiswaan terdapat empat prinsip dasar, yaitu : (a) siswa harus diperlakukan sebagai subyek dan bukan obyek, sehingga harus didorong untuk berperan serta dalam setiap perencanaan dan pengambilan keputusan yang terkait dengan kegiatan mereka; (b) kondisi siswa sangat beragam, ditinjau dari kondisi fisik, kemampuan intelektual, sosial ekonomi, minat dan seterusnya. Oleh karena itu diperlukan wahana kegiatan yang beragam, sehingga setiap siswa memiliki wahana untuk berkembang secara optimal; (c) siswa hanya termotivasi belajar, jika mereka menyenangi apa yang diajarkan; dan (d) pengembangan potensi siswa tidak hanya menyangkut ranah kognitif, tetapi juga ranah afektif, dan psikomotor.
3. Manajemen personalia
Terdapat empat prinsip dasar manajemen personalia yaitu : (a) dalam mengembangkan sekolah, sumber daya manusia adalah komponen paling berharga; (b) sumber daya manusia akan berperan secara optimal jika dikelola dengan baik, sehingga mendukung tujuan institusional; (c) kultur dan suasana organisasi di sekolah, serta perilaku manajerial sekolah sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pengembangan sekolah; dan (d) manajemen personalia di sekolah pada prinsipnya mengupayakan agar setiap warga dapat bekerja sama dan saling mendukung untuk mencapai tujuan sekolah.
Disamping faktor ketersediaan sumber daya manusia, hal yang amat penting dalam manajamen personalia adalah berkenaan penguasaan kompetensi dari para personil di sekolah. Oleh karena itu, upaya pengembangan kompetensi dari setiap personil sekolah menjadi mutlak diperlukan.
4. Manajemen keuangan
Manajemen keuangan di sekolah terutama berkenaan dengan kiat sekolah dalam menggali dana, kiat sekolah dalam mengelola dana, pengelolaan keuangan dikaitkan dengan program tahunan sekolah, cara mengadministrasikan dana sekolah, dan cara melakukan pengawasan, pengendalian serta pemeriksaan.
Inti dari manajemen keuangan adalah pencapaian efisiensi dan efektivitas. Oleh karena itu, disamping mengupayakan ketersediaan dana yang memadai untuk kebutuhan pembangunan maupun kegiatan rutin operasional di sekolah, juga perlu diperhatikan faktor akuntabilitas dan transparansi setiap penggunaan keuangan baik yang bersumber pemerintah, masyarakat dan sumber-sumber lainnya.
5. Manajemen perawatan preventif sarana dan prasana sekolah
Manajemen perawatan preventif sarana dan prasana sekolah merupakan tindakan yang dilakukan secara periodik dan terencana untuk merawat fasilitas fisik, seperti gedung, mebeler, dan peralatan sekolah lainnya, dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja, memperpanjang usia pakai, menurunkan biaya perbaikan dan menetapkan biaya efektif perawatan sarana dan pra sarana sekolah.
Dalam manajemen ini perlu dibuat program perawatan preventif di sekolah dengan cara pembentukan tim pelaksana, membuat daftar sarana dan pra saran, menyiapkan jadwal kegiatan perawatan, menyiapkan lembar evaluasi untuk menilai hasil kerja perawatan pada masing-masing bagian dan memberikan penghargaan bagi mereka yang berhasil meningkatkan kinerja peralatan sekolah dalam rangka meningkatkan kesadaran merawat sarana dan prasarana sekolah.
Sedangkan untuk pelaksanaannya dilakukan : pengarahan kepada tim pelaksana, mengupayakan pemantauan bulanan ke lokasi tempat sarana dan prasarana, menyebarluaskan informasi tentang program perawatan preventif untuk seluruh warga sekolah, dan membuat program lomba perawatan terhadap sarana dan fasilitas sekolah untuk memotivasi warga sekolah.

99 cara menumbuhkan cinta baca kepada anak

di olah dari berbagai sumber

10 kiat pertama :
1. Pastikan bahwa kecintaan membaca adalah tujuan pendidikan yang terpenting bagi anak
2. Tunjukan bahwa menghargai membaca tidak hanya sekedar melalui kata-kata
3. Tidak perlu terlalu cemas tentang penetapan jadwal membaca bagi anak-anak , apabila mereka sudah senang membaca, dengan sendirinya mereka akan meluangkan waktu untuk hal itu
4. Sebaiknya tidak perlu dicemaskan untuk membuat anak hanya membaca buku-buku yang baik-baik saja.
5. Carikanlah buku-buku yang akan disukai oleh anak-anak
6. Tidak perlu khawatir bahwa buku-buku yang mengandung kekerasan akan menghasilkan anak-anak yang cenderung kasar
7. Pastikanlah bahwa anak-anak pada suatu saat nanti akan menyukai buku-buku klasik tanpa memaksanya terlalu dini
8. Tak perlu khawatir bila pada periode tertentu anak-anak akan mengalami dalam kehidupan mereka kurang bergairah membaca
9. Jika Anda memiliki anak-anak yang sudah mulai beranjak besar tetapi tidak suka membaca, jangan salahkan diri anda, namun perlu intropeksi diri kebiasaan apa yang telah anda lakukan sehingga anak-anak tidak suka membaca?
10. Jangan pernah menyarah mengupayakan sesuatu kepada anak-anak , yakinlah, bahwa berapapun usianya, mereka tentu dapat diarahkan untuk mencintai baca buku




kiat-kiat untuk para pembaca usia prasekolah dan pemula
1. Banyak anak-anak sesering mungkin datang ke Perpustakaan ketika mereka masih kecil dan senang berlarian didalamnya, saat itu waktu yang tepat untuk manfaatkan semangat mereka dalam membentuk kebiasaan membaca dan menyukai perpustakaan.
2. Ajaklah anak-anak datang ke toko buku sesering mungkin, dan biarkan mereka membeli buku yang mereka senangi
3. Belilah sebanyak mungkin buku-buku bergambar di bursa buku-murah atau pasar loak.
4. Sisihkan lebih banyak uang untuk membeli buku daripada menyewa video kartun Disney. Buku-buku legenda atau buku-buku dongeng akan membantu anak mengembangkan minat baca dan imajinasi mereka
5. Jadikan saat membacakan cerita merupakan saat yang menyenangkan dan mengasyikkan bagi anak-anak. Hal terpenting Anda menghormati selera mereka dan mereka dapat menikmati alur ceritanya/ bacaannya.
6. Sebaiknya tidak terlalu sering membacakan cerita untuk anak-anak, agar mereka tidak terlalu bergantung pada Anda dalam mendapatkan kegembiraan membaca
7. Bantulah anak-anak prasekolah merancang kegiatan bermain yang melibatkan buku
8. Ketika anak-anak tampak siap, tunjukkanlah beberapa permainanan membaca yang mudah bagi mereka
9. Para Ahli bahasa berpikir bahwa anak-anak belajar dengan cara lebih menyeluruh ( global), dengan beberapa pelatihan fonik tertentu, juga dengan mengenali beberapa kata dengan melihat, atau menebak gambar-gambar
10. Ketahui dan temukanlah cara belajar terbaik anak-anak Anda
11. Apabila anak-anak tidak menikmati aktivitas awal membaca, maka berhentilah. Mungkin ini terlalu dini bagi mereka. Tetapi sediakan selalu buku-buku yang menarik yang berhubungan dengan bidang yang sedang mereka minati
12. Bacakanlah buku-buku komik yang mudah untuk merangsang minat baca anak-anak Anda
13. Bersikaplah sangat antusias dalam upaya awal mengajak anak-anak membaca. Anda senang mendengar mereka membaca, dan segera ajarkan bagaimana melafalkan kata-kata yang mereka tanyakan kepada Anda. Katakanlah kepada mereka betapa hebatnya mereka ketika mulai membaca
14. Ketika anak-anak mulai membaca, belikan mereka perbagai buku dan komik yang benar-benar sederhana
15. Bila mereka meminta buku yang Anda ketahui terlalu sulit, belikan saja
16. Jangan khawatir bila anak-anak Anda masih menyukai buku-buku bergambar, sementara teman-teman sebayanya telah mulai membaca buku-buku tanpa gambar
17. Setelah anak-anak Anda dapat membaca sendiri dengan baik, tetaplah memcaba cerita untuk mereka, atau biarkan mereka membacakan untuk Anda
18. Jangan memilih sekolah taman kanak-kanak semata-mata kerena sekolah tersebut mengajarkan membaca kepada muridnya. Aktivitas membaca tidak baik bila dipaksakan.


kiat-kiat menumbuhkan minat baca untuk anak-anak Sekolah dasar
1. Dorong anak-anak membaca buku-buku serial seperti buku Goosebumps, apabila anak-anak yang menyukai bacaan berseri kemungkinan besar mereka akan menyukai semua serinya. Buku bacaan berseri akan sangat bermanfaat untuk menambah kecepatan membaca dan kosakatanya
2. Kenalilah bahwa pembaca yang “ kutu buku “ cenderung menjadi pembaca yang rakus.
3. Cermatilah agar Anda tidak menjadwalkan terlalu banyak aktivitas untuk anak-anak Anda sehingga mereka kekurangan waktu untuk membaca. Beri keleluasan, karena anak mempunyai waktu seumur hidup mereka untuk mempelajari perbagai ketrampilan membaca yang canggih.
4. Keluarkan uang untuk membelikan buku dan majalah bagai anak-anak Anda sebanyak yang Anda keluarkan untuk hiburan dan aktivitas olahraga mereka.
5. Ketahuilah bahwa anak-anak yang sangat menyukai olahraga cenderung berisiko tinggi untuk gagal mengembangkan kebiasaan membaca. Mintalah kepada pelatih mereka untuk mendukung upaya membaca. Sediakan buku-buku dan artikel tentang tim-tim yang disukai anak.
6. Dukunglah pengembangan hobi seperti mengoleksi koin, boneka atau kartu olahraga. Yang terbaik dalam hal ini adalah memotivasi minat baca mereka dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan hobi tersebut.
7. Anak-anak biasanya menyukai bacaan yang didramakan. Bantulah mereka mengatur para peserta, membaca naskah drama ini dengan teman-teman mereka.
8. Perbolehkan menonton satu film vidio saja ketika mereka menginap bersama dan sediakan banyak majalah serta komik bermutu. Mempunyai teman-teman yang suka membaca membuat anak-anak akan tetap senang membaca hingga dewasa.
9. Jangan khawatir bila anak menunjukkan beberapa kebiasaan tertentu dalam membaca. Ada yang membaca sambil mendengarkan musik, sambil menonton tv, menggoyang-goyangkan bandannya, melompat dari satu buku kebuku yang lain, mendengarkan musik lewat walkman, dll. Hal tersebut tak menjadi sola yang penting mereka “membaca”
10. Bila anak Anda mengikuti perkemahan musim panas, lengkapi dirinya dengan setumpuk bacaan dan selipkan majalah favorit serta komit kesayangan mereka, dan surat yang Anda kirimkan untuknya berisi pesan-pesan dll. Disaat-saat istirahat adalah merupakan situasi sempurna untuk membaca, itu bagus. Ia dan teman-temannya akan dipandang sebagai orang –orang yang terpelajar, orang-orang yang mengetahui hal yang bagus untuk dibaca.







Rumah dan kebiasaan rutin membaca
1. Rumah yang mempunyai teras besar yang teduh dan dapat diisi dengan kursi goyang atau ayunan, dan sebuah meja untuk buku. Teras-teras diberanda depan/ belakang dapt menghasilkan para pembaca hebat dari generasi ke generasi.

2. Rumah-rumah tanpa teraspun tetap bisa memiliki tempat yang menyenangkan untuk membaca. Letakkan bahan-bahan bacaan ditempat kecil yang khusus agar mereka dapat bersembunyi dari keramaian untuk menikmati bacaannya.

3. Rumah yang dekat dengan perpustakaan, akan membentuk sikap mandiri anak dalam memilih dan meminjam buku-buku kesayangan mereka sendiri.

4. Rencanakan beberapa acara khusus sebelum membeli buku. Belikan buku-buku istimewa pada bulan puasa, dan pada liburan sekolah, sehingga kegiatan membaca terjalain erat dalam kehidupan anak-anak. Pastikan bahwa mereka berpikir untuk membaca.

5. Carilah toko buku khusus yang menyediakan bahan bacaan tentang aktivitas favorit anak. Ini sangat bermanfaat karena akan sering didatangi oleh anak-anak.

6. Hal sangat penting bagi ayah adalah meluangkan waktunya untuk membacakan cerita untuk anak laki-lakinya dan membantu mereka untuk mencari buku. Seorang ayah seharusnya dapat meluangkan waktu yang cukup untuk melakukan aktivitas membaca dengan anak laki-laki, karena membacapun merupakan aktivitas maskulin

7. Simpanlah majalah, buku-buku dan komik di ruang makan/dapur untuk dibaca selama makan makanan ringan/kudapan. Bangunlah hubungan yang penting antara makanan dan bacaan.

8. Sadari bahwa membaca membuat ruangan lebih berantakan daripada menonton televisi. Menuntut kerapian mutlak terhadap buku-buku akan mengundang resiko yang telah besar. Sebaiknya Anda dapat menuntut agar mereka mengembalikan buku-buku ketempatnay semula, namun anak-anak menganggap bahwa hal ini lebih banyak merepotkan daripada manfaatnya.

9. Sediakan suplai buku-buku saku, komik, dan majalah didalam mobil. Majalah dan komik sangat cocok menjadi bahan bacaan ringan didalam mobil, dibaca sambil melepas kebosanan di perjalanan yang jauh.

10. Bawalah bacaan apabila mengajak anak-anak makan direstoran, sebagai bahan bacaan sambil menunggu pesanan.

11. Adakan perjalanan panjang dengan kereta api bersama anak-anak dan bawalah buku-buku bacaan kesukaan anak-anak.

12. Berikan sertifikat hadiah dari toko buku sebagai kado untuk teman-teman anak Anda, dengan tujuaan untuk memperluas lingkup teman-teman yang suka membaca.

13. Doronglah anak-anak Anda untuk meminjamkan buku-bukunya kepada teman-teman mereka. Karena memiliki teman-temanb untuk membaca adalah sangat berharga.

14. Kembalikan buku-buku pinjaman anak-anak Anda yang telah habis masa pinjamnya dari perpustakaan.

15. Tidak perlu khawatir bila anak-anak tidak segera membaca buku-buku yang Anda bawakan untuknya. Tetapi pasti mereka akan membacanya walaupun dalam jangka waktu yang lama, paling tidak mereka tahu Anda menghargai membaca dan bersedia membelikan buku untuk mereka.

16. Jangan batasi waktu anak Anda membaca pada malam hari, biarkanlah mereka membaca sesuai keinginannya.

Masalah Televisi Dan Komputer

1. Sebaiknya tidak lebih dari satu televisi disediakan di rumah. Anak-anak sering akan beralih ke aktivitas membaca karena anggota keluarga lainnya sering menonton program televisi yang tidak disukai anak.

2. Jangan berlangganan televisi kabel, karena televisi kabel mempunyai banyak program yang melenakan anak-anak sehingga anak kurang creative dalam membaca, dll. Terkecuali untuk anak-anak yang sudah keranjingan membaca.

3. Jangan membiarkan anak-anak memiliki televisi di kamar mereka. Kehidupan remaja menjadi sangat menyenangkan waktu menjelang tidur yang dimanfaatkan untuk menikmati membaca buku-buku yang indah, bukan tertidur karena nonton acara televisi. Televisi dikamar akan membuat anak-anak menjadi terisolasi, mengunci pintu dan menonton acara tv yang sebaiknya belum waktunya mereka tonton.

4. Jangan membuat ruang televisi di rumah Anda menjadi terlalu “mengundang”. Resikonya, anak-anak akan terpaku di depan televisi semata-mata karena ruangan televisilah yang paling nyaman di rumah.

5. Jika anak-anak Anda sering menonton acara televisi dan hanya sedikit membaca, pertimbangkanlah untuk membatasinya, atau bahkan melarangnya sama sekali. Pastikanlah bahwa anak-anak tidak akan menjadi yang pertama dalam bidang apapun ( bidang professional, bisnis maupun di bidang akademik yang membutuhkan kegiatan membaca, karena semakin tinggi tingkatan
sekolah mereka, semakin banyak persoalan yang dihadapi.

6. Apabila melihat peluangnya, komputer sebenarnya dapat membantu anak-anak Anda menjadi lebih berpengalaman, namun membaca harus lebih dinomor satukan.

KOMPETENSI PUSTAKAWAN SEKOLAH

By. Yayat Duryatna
Librarian

Seorang Pustakawan sekolah diwajibkan memiliki beberapa kompetensi atau kemampuan dalam mengelola perpustakaan, selain harus memiliki kemampuan dibidang perpustakaan pustakawan sekolah juga harus memiliki kemampuan dibidang pendidikan (mengajar). Hal ini yang membedakan pustakawan sekolah dengan pustakawan-pustakawan di Perpustakaan umum atau perpustakaan khusus. Seorang pustakawan harus mampu minimal memberikan ilmu di bidang perpustakaan dengan segala sistem, mekanisme dan aturannya dengan kemampuan penyampaian yang baik berdasarkan teknik mengajar yang standar, ilmu itu diberikan kepada seluruh civitas yang terkait yaitu siswa, guru, pengurus, karyawan non guru, orang tua murid serta alumni dengan istilah “Library skill”. Kemampuan memberikan “Library skill” didasari karena kebutuhan akan materi-materi yang terkait dibidang perpustakaan harus diketahui bersama terutama berkaitan dengan proses penelusuran informasi yang pada akhirnya akan terbangun suasana komunitas yang melek informasi.
Literasi Informasi (melek informasi) adalah salah satu cara atau metode penelusuran informasi yang kreatif, inofatif, beretika dan demokratis dengan tujuan adalah terciptanya proses kegiatan belajar mengajar yang tidak hanya pada satu sumber belajar, melainkan upaya mendidik siswa untuk dapat “learning to learn” siswa belajar bagaimana ia belajar. Kemandirian siswa dalam proses peneneluruan informasi inilah yang akan menjadikan siswa memiliki kemapuan untuk dapat dengan cepat dan tetap menemukan informasi yang diinginkan melalui literasi informasi. Model literasi ini informasi itu sendiri ada beberapa cara; yaitu model BIG 6, model EMPOWERING 8, dll.
Pada abad teknologi informasi, dimana akses informasi dengan begitu mudah kita dapatkan yaitu semudah kita mengedipkan mata sehingga informasi itu sudah ada ditangan kita. Internet dengan mudah kita akses tidak dibatasi tempat, ruang dan waktu, internet dengan mudah kita gunakan apalagi untuk siswa yang tinggal di kota-kota besar. Fasilitas internet sudah ada dimana dengan wifi, hotspot, wireless, dll.
Dikarenakan situasi dan kondisi dimana teknologi informasi berkembang dengan pesatnya dan Perguruan Islam Al-Izhar Pondok labu yang memiliki perpustakaan dengan kapasitas 38 ribu koleksi, maka seorang pustakawan harus dibekali beberapa kompetensi yang tertuang dalam PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG STANDAR TENAGA PERPUSTAKAAN SEKOLAH/MADRASAH, yaitu :
1.Kompetensi Manajerial
1.1 Melaksanakan kebijakan
1.1.1 Melaksanakan pengembangan perpustakaan
1.1.2 Mengorganisasi sumber daya perpustakaan
1.1.3 Melaksanakan fungsi, tugas, dan program perpustakaan
1.1.4 Mengevaluasi program dan kinerja perpustakaan
1.2 Melakukan perawatan koleksi
1.2.1 Melakukan perawatan preventif
1.2.2 Melakukan perawatan kuratif
1.3 Melakukan pengelolaan anggaran dan keuangan
1.3.1 Membantu menyusun anggaran perpustakaan

DIMENSI KOMPETENSI
KOMPETENSI
SUB-KOMPETENSI

1.3.2 Menggunakan anggaran secara efisien, efektif, dan bertanggung jawab
1.3.3 Melaksanakan pelaporan penggunaan keuangan dan anggaran

2. Kompetensi Pengelolaan Informasi
2.1 Mengembangkan koleksi perpustakaan sekolah/madrasah
2.1.1 Memiliki pengetahuan mengenai penerbitan
2.1.2 Memiliki pengetahuan tentang karya sastra Indonesia dan dunia
2.1.3 Memiliki pengetahuan tentang sumber biografi tokoh nasional dan dunia
2.1.4 Menggunakan berbagai alat bantu seleksi untuk pemilihan materi perpustakaan
2.1.5 Berkoordinasi dengan tenaga pendidik bidang studi terkait dalam pemilihan materi perpustakaan
2.1.6 Melakukan pemesanan, penerimaan, dan pencatatan
2.2 Melakukan pengorganisasian informasi
2.2.1 Membuat deskripsi bibliografis (pengatalogan) sesuai dengan standar nasional
2.2.2 Menentukan deskripsi subjek dan menggunakan Dewey Decimal Classification edisi ringkas
2.2.3 Menggunakan daftar tajuk subjek dalam bahasa Indonesia

DIMENSI KOMPETENSI
KOMPETENSI
SUB-KOMPETENSI

2.2.4 Menjajarkan kartu katalog
2.2.5 Memanfaatkan teknologi untuk pengorganisasian informasi dan penelusuran
2.3 Memberikan jasa dan sumber informasi
2.3.1 Memberikan layanan baca di tempat
2.3.2 Memberikan jasa informasi dan referensi
2.3.3 Menyelenggarakan jasa sirkulasi (peminjaman buku)
2.3.4 Memberikan bimbingan penggunaan perpustakaan bagi komunitas sekolah/madrasah
2.3.5 Melakukan kerja sama dengan perpustakaan lain
2.4 Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi
2.4.1 Membimbing komunitas sekolah/madrasah dalam penggunaan teknologi informasi dan komunikasi
2.4.2 Menggunakan teknologi informasi dan komunikasi sesuai dengan kebutuhan

3. Kompetensi Kependidikan
3.1 Memiliki wawasan kependidikan
3.1.1 Memahami tujuan dan fungsi sekolah/ madrasah dalam konteks pendidikan nasional
3.1.2 Memahami kebijakan pengembangan kurikulum yang berlaku

DIMENSI KOMPETENSI
KOMPETENSI
SUB-KOMPETENSI

3.1.3 Memahami peran perpustakaan sebagai sumber belajar
3.1.4 Memfasilitasi peserta didik untuk belajar mandiri
3.2 Mengembangkan keterampilan memanfaatkan informasi
3.2.1 Menganalisis kebutuhan informasi komunitas sekolah/madrasah
3.2.2 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi proses pembelajaran
3.2.3 Membantu komunitas sekolah/madrasah menggunakan sumber informasi secara efektif
3.3 Melakukan promosi perpustakaan
3.3.1 Menginformasikan kepada komunitas sekolah/ madrasah tentang materi perpustakaan yang baru
3.3.2 Membimbing komunitas sekolah/madrasah untuk memanfaatkan koleksi perpustakaan
3.3.3 Mengorganisasi pajangan dan pameran materi perpustakaan
3.3.4 Membuat dan menyebarkan media promosi jasa perpustakaan
3.4 Memberikan bimbingan literasi informasi
3.4.1 Mengidentifikasi kemampuan dasar literasi informasi pengguna

DIMENSI KOMPETENSI
KOMPETENSI
SUB-KOMPETENSI

3.4.2 Menyusun panduan dan materi bimbingan literasi informasi sesuai dengan kebutuhan pengguna
3.4.3 Membimbing pengguna mencapai literasi informasi
3.4.4 Mengevaluasi pencapaian bimbingan literasi informasi
3.4.5 Memotivasi dan mengembangkan minat baca komunitas sekolah/madrasah

4. Kompetensi Kepribadian
4.1 Memiliki integritas yang tinggi
4.1.1 Disiplin, bersih, dan rapi
4.1.2 Jujur dan adil
4.1.3 Sopan, santun, sabar, dan ramah
4.2 Memiliki etos kerja yang tinggi
4.2.1 Mengikuti prosedur
4.2.2 Mengupayakan hasil
4.2.3 Bertindak secara tepat
4.2.4 Fokus pada tugas
4.2.5 Meningkatkan kinerja
4.2.6 Melakukan evaluasi diri

5. Kompetensi Sosial
5.1 Membangun Hubungan sosial
5.1.1 Berinteraksi dengan komunitas sekolah/madrasah
5.1.2 Bekerja sama dengan komunitas sekolah/madrasah
5.2 Membangun
Komunikasi
5.2.1 Memberikan jasa untuk komunitas sekolah/madrasah
5.2.2 Mengintensifkan komunikasi internal dan eksternal
Kompetensi yang tertuang dalam Peratuaran Menteri ini adalah kompetensi ideal yang harus dimiliki seorang pustakawan apabila disimpulkan maka ada korelasi antara fungsi dan tugas seorang pustakawan dengan kemajuan teknologi yang begitu cepat serta dunia pendidikan yang terus berkembang.
Sangat diharapkan seorang pustakawan bisa menggunakan computer dengan segala perangkatnya, misalnya mengetik dengan Microsoft word dengan segala sistem dan fasilitasnya, membuat diagram dengan menggunakan Microsoft excel, membuat presentasi dengan power point, menggunakan fasilitas email dan yang lebih penting adalah mengakses internet. Karena Literasi informasi menuntut seorang pustakawan memiliki kemampuan teknologi computer yang memadai sehingga tidak ada istilah pustakawan “gatek informasi”
Seorang Pustakawan memiliki kemampuan mengajar minimal mengajar bagaimana cara mengakses informasi dengan cepat guna dan berdaya guna. Apalagi dibeberapa perpustakaan luar negeri sudah menerapkan istilah “Teacher librarian” seorang pustakawan yang bertugas mendampingi guru dalam persiapan materi belajar serta membantu dalam hal sumber belajar.
Saya yakin Al-Izhar kedepan akan memiliki Perpustakaan Sekolah yang modern dengan berisikan koleksi yang selalu uptodate, pustakawan yang professional dan visioner, serta sistem pengelolaan yang baik dan berkembang.
Depok, 1 Juni 2010