Kamis, 11 September 2008

MEREVIE PEMAKNAAN AYAT-AYAT SHAUM

Oleh: Dr. Attabiq Luthfi, MA

dakwatuna.com - “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. (Al-Baqarah: 183)

Merupakan satu rahmat Allah swt. bahwa Ayatus Shiyam, yaitu ayat-ayat yang berbicara tentang puasa dalam berbagai pembahasannya dapat dengan mudah ditemukan karena berada pada satu surah secara berurutan di dalam surah Al-Baqarah dari ayat 183 hingga ayat 187. Dan ayat di atas merupakan ayat pertama yang menjadi landasan qath’i –pasti- atas kewajiban puasa bagi seluruh umat Islam.

Dari kelima ayat yang berada dalam susunan ayatus shiyam, ternyata terdapat satu ayat yang berbeda dari segi pembahasannya. Ayat ini justru berbicara tentang kedekatan Allah dengan hamba-hamba-Nya, “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. (Al-Baqarah: 186). Meskipun demikian, masih tetap dapat ditemukan korelasi ayat ini dengan keempat ayatus shiyam.

yang mulia dan ia diberi kesempatan untuk memilih diantara bidadari yang ia inginkan”.

Secara korelatif juga, ayat yang mendampingi sesudah ayatus shiyam ternyata berbicara dalam konteks menahan diri, terutama dari harta orang lain yang bukan miliknya,

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (Al-Baqarah: 188).

Demikian juga dengan ayat yang mendampingi sebelumnya yaitu ayat 181-182 yang berbicara tentang harta pusaka yang dikhawatirkan terjadi penyelewengan padanya.

Makna lain yang cukup fenomenal yang bisa disaksikan sepanjang bulan puasa adalah makna ukhawi, dalam arti kebersamaan dan solidaritas. Dr. Sayyid Nuh dalam bukunya, Al-Fardhiyah wal-Jamaa’iyah fil-Insan menyatakan:

“Ibadah puasa adalah bentuk ibadah kebersamaan umat Islam, sekaligus persamaan dalam menahan rasa lapar dan dahaga pada waktu tertentu.”.

Dalam skala keluarga, pembiasaan bangun malam yang diteruskan dengan sahur bersama seluruh anggota keluarga di bulan Ramadhan harus menjadi agenda harian dari makna ukhawi yang berkesinambungan. Ditambah dengan momen silaturahim yang banyak berlangsung sepanjang bulan Ramadhan dalam bentuk buka bersama misalnya merupakan nilai yang luhur dari pemaknaan Ramadhan.

Rasulullah saw. sendiri merupakan contoh ideal sepanjang zaman:

“Rasulullah saw adalah orang yang paling pemurah, terlebih lagi di bulan Ramadhan. Bulan dimana beliau selalu ditemui oleh Jibril. Jibril menemuinya setiap malam bulan Ramadhan untuk bertadarrus Al-Qur’an. Sungguh bila Rasulullah bertemu dengan Jibril, beliau lebih pemurah lagi melebihi hembusan angin kencang.” (H.R. Muttafaq Alaih)

Dalam sebuah riwayat dikisahkan bahwa beberapa sahabat pernah mengadu kepada Nabi saw.,

“Wahai Rasulullah, kami makan tapi tidak kenyang?” Beliau berkata, “Semoga ini karena kalian makan sendirian”. Mereka berkata, “ya.” Rasulullah bersabda, “Berkumpulah pada makanan kalian (makan bersama) dan sebutlah nama Allah, semoga Dia akan memberi berkah kepada kalian.” (Muttafaq Alaih).

Bahkan belajar suatu ilmu dan mengajarkannya tidak ada berkah padanya kecuali dilakukan dengan bersama. Nabi saw. Bersabda:

“Tidaklah berkumpul suatu kaum di rumah dari rumah-rumah Allah ta’ala dengan membaca Kitabullah dan mempelajarinya satu sama lain antara mereka, kecuali akan diturunkan kepada mereka ketenangan, mereka diselimuti rahmat dan malaikat mengelilingi mereka, serta Allah menyebut mereka di sisi-Nya.” (HR. Abu Daud)

Demikian, Islam memandang kebersamaan umat Islam merupakan suatu tuntutan yang sangat urgen. Karena manusia jika tidak bersama dalam kebenaran, maka mereka akan bersama dalam kebatilan. Begitu pula, jika mereka tidak berusaha untuk mendapatkan kebahagiaan akhirat, mereka pasti akan bersaing dalam mendapatkan perhiasan dunia. Berulang kali perintah Allah swt. tidak ditujukan secara redaksional kepada individu (perorangan), baik dalam bentuk perintah maupun larangan. Tetapi ditujukan kepada seluruh orang yang beriman, dengan bentuk pengajaran dan petunjuk. Termasuk dalam perintah puasa, “Wahai sekalian orang-orang yang beriman”.

Mudah-mudahan semakin banyak pemaknaan yang kita lakukan terhadap Ayatus shiyam, maka akan semakin dapat memperkuat motivasi kita untuk melaksanakan seluruh paket Ramadhan dengan baik dan berkesinambungan sehingga kita termasuk di antara golongan yang mampu meraih predikat takwa yang dijanjikan Allah swt. Amin. Allahu a’lam

Tidak ada komentar: